Kamis, 02 April 2009

Belahan Jiwa
















Belahan Jiwa ....


Selamanya aku ingin merengkuhmu


Membuatmu menjadi bagian hidupku


Yang tak kan pernah lekang oleh waktu






Laboratorium sudah sepi, siang ini suasana sedikit redup. Mendung mengantung diatas awan, maklum musim akan berganti dan mungkin ini adalah hujan terakhir di musim penghujan. Aku melangkah menyusuri koridor kampus, berharap melihat sosok itu lagi. Gadis cantik yang akhir - akhir mengusik hari - hariku. Dia anak Fakultas Kedokteran semester 6, seharusnya hari ini aku bisa menemuinya disini. Aku termenung, teringat perkenalan tanpa sengaja di dikantin kampus siang itu. Aku tanpa sengaja menyenggol tangannya yang sedang asyik di atas notebook.


"Upss ! aduch... hati - hati dong mas. Untung nie note gue nggak jatuh !"


"Sorry ... sorry non. Gue nggak sengaja" Dia menatapku, bukan tatapan kemarahan yang kulihat tapi .... mata itu penuh dengan tawa, bibirnya pun tersenyum manis. Alamak !!! aku terpesona, ada sesuatu disana yang membuatku terpaku, ku tatap mata indah itu dan rasanya aku tak ingin beranjak ataupun melihat hal yang lain. Sampai akhirnya aku mendengar jerit tertahan dari si Jelita.


"Ampuunnn, koq data gue bisa kehapus sich ?" Aku tersentak kaget, kulihat dilayar notebook itu process penghapusan data sudah mencapai 85%. Dengan tergesa, aku klik cancel untuk membatalkan proses penghapusan itu. Dan ....


"Alhamdullillah ...." Bisik bibir indah itu.


"Koq bisa sich sampai kehapus data elo Sa ?" Tanya cewek satunya.


"Taux nie, mungkin waktu gue menggeser mouse, tiba2 mas ini nyenggol tangan gue so ... nggak sengaja gue klik delete."


"Sorry ya non, beneran ..... gue nggak sengaja !"


"Yups ... gue tahu koq. Don't worry about that." Senyum itu kembali terlukis dibibir itu, ach..... indahnya dunia. Hi...hi..hi tawaku dalam hati.


"Kenalin, gue Bian" Ku ulurkan tanganku, berharap ada jemari bersambut, dan tertaut disana. Hi..hi..hi koq gue jadi puitis ya .... ach si Jelita.


"Asa Azkiya, panggil gue Asa."


"Ehmm, indah. Nama yang indah ..."


"Stop, siang - siang dilarang ngegombal apa lagi di kantin. Iiihhhh…….. bikin il fill dech!" rutuknya jenaka. Aku tertawa, sungguh bukan maksud hati untuk ngegombal, tapi memang aku ingin merayunya. Kenapa baru sekarang, aku ketemu dia. Cewek imut dan super unik di kampus ini. Asa Azkiya .... hanya nama itu yang terngiang ditelingaku, hanya senyum dan mata indah itu yang terlihat dimanapun aku memandang. Dia benar - benar racun hatiku, inilah yang benar - benar memiliki potensi mampu menghancurkan hatiku.



Tiba - tiba aku mendengar keributan di ruang senat mahasiswa, membuat aku tersadar dari lamunan panjangku. Dan ku dengar begitu banyak suara yang menjerit memanggil - manggil nama seseorang, diselingi isak tangis yang menyesakkan dada. Dengan tergesa aku berlari kearah suara keributan itu. Disana, diantara kerumunan orang, aku melihat satu sosok yang akhir - akhir ini begitu ku rindukan. Dia .... Asa, terbaring tak berdaya dan pingsan. Aku menyeruak diantara kerumunan mahasiswa, mungkin mereka adalah teman - teman dari si Jelita. Karena kulihat, tatapan cemas dan tidak berdaya di mata mereka.


"Bian ..." Aku terkejut ketika namaku dipanggil.


"Lupa ...?? Gue Dewi temen Asa. Dikantin siang itu ? inget ?" Aku mengangguk, tanpa banyak kata aku angkat tubuh Asa, saat itu yang ada dibenakku hanyalah membawanya ke ruang kesehatan. Dewi mengikutiku, matanya masih sembab karena habis menangis. Ada kecemasan yang merambati hatiku, gadis ini benar - benar lemah. Bibirnya pucat dan membiru, tubuhnya terasa dingin dalam pelukanku. Entahlah .... ada rasa nyeri yang tiba - tiba menusuk hatiku, seakan - akan akupun merasakan sakit yang dia rasakan. Dua kali pertemuan itu, dua kali pula aku mendapatkan kejutan yang benar - benar mampu mengoyahkan pertahananku sebagai cowok. Dia begitu misterius ... ku rebahkan tubuh mungil itu diatas kasur. Dewi mencoba mengambil obat apa saja yang bisa membuat sahabatnya siuman. Yang bisa membuat tubuh dingin itu, menjadi hangat kembali. Aku hanya mampu mengenggam jemari letik itu, aku hanya bisa meremasnya mencoba memberi satu kehangatan yang ku harap mampu mengalir dalam pembuluh darahnya dan membuatnya siuman kembali. Mengapa tiba - tiba aku merasa dia begitu berarti buatku.


"Dia, sering begini ? pingsan tiba - tiba ?" Dewi menatapku, bingung menjawab pertanyaanku. Seakan kulihat gerakan samar antara mengangguk dan menggeleng, yang ingin dia lakukan.


"Asa satu kost denganmu ?" Dewi mengangguk pelan.


"Elo tahu dia sakit apa ?, jangan bohong Dew, kalian anak Kedokteran nggak mungkinlah kalau kalian nggak tahu."


"Yups, kami memang anak Kedokteran. Kalaupun gue tahu, gue nggak mungkin membeberkan penyakit seseorang pada orang asing yang bukan kerabat dari pasien."


"Orang asing ?, elo anggep gue orang asing ? yach .........." Aku mengacak - acak rambutku, tersadar ... bahwa aku memang orang asing buat mereka. Cowok yang baru mereka kenal, Dewi benar, bahwa aku hanyalah orang asing, yang merasa begitu cemas melihat sosok mungil yang tak berdaya itu. Siapa dia ? yang mampu membuat aku seperti ini, siapa dia ?


"Achh ... sakit, achhh ..." Aku mendengar rintihan itu, dengan tergesa kuraih jemarinya. Aku panggil namanya.


"Sya ... Asa ...." Bisikku perlahan. Dewi hanya terpaku menatapku, sekilas kulihat tatapan tidak percaya dimatanya.


"Sya, mana yang sakit ?" Ku tempelkan jemarinya di pipiku, kurasakan jemari itu mulai menghangat. Walau matanya masih terpejam, aku sudah sedikit lega ketika mendengar dia merintih pelan.


"Bian, tenanglah. Dia sudah sadar. Mungkin dia harus dibawa ke Rumah Sakit, dia butuh pertolongan dokter."


"Yach .... aku tahu. Dew, kamu sudah memberi kabar Ortunya ?" Dewi menggeleng perlahan.


"Tidak, gue nggak berani. Asa selalu melarangku, memberitahu keluarganya tentang penyakitnya." Mendengar penjelasan Dewi, aku semakin heran. Aneh ... ada apa ini ? mengapa orang tuanyapun tidak tahu soal penyakit anaknya. Setelah Asa siuman, aku dan Dewi memapahnya ke mobil. Aku harus membawanya ke Rumah Sakit.


"Tenang Yan, Asa termasuk mahasiswi kesayangan dikampus. Banyak dosen yang sayang padanya, dan salah satunya dr. Agus. Dia yang selama ini menangani Asa. Dan hanya dia satu - satunya dosen yang tahu soal penyakit Asa." Mahasiswi kesayangan ? ada senyum dibibirku, seraut wajah jelita kembali menari - nari dalam benakku. Senyum itu, tatap mata itu .... tak pernah sekalipun melepaskanku dari pesonanya. Bagaimana mungkin, wajah bidadari itu ada disana, ku lihat disetiap tarikan nafasku, ku rasakan kehadirannya disetiap detak jantungku. Setiap senyum mengembang dibibirnya, mata itupun ikut tersenyum. Ach .... hatiku berdebar, denyut jantungku serasa dipompa, membuat aku mengelepar kesakitan namun juga merasakan kenikmatan luar biasa dari pengaruhnya. Kalau dia menjadi mahasiswi kesayangan .... rasanya hal itu bukan hal yang terlalu mengada - ada. Selain terkenal cerdas, dia juga mahasiswi yang ramah. Asa, harapan .... dia memang harapan. Harapanku .... Tuhan, apakah ini cinta ? apakah ini pelabuhan terakhirku ? mampukah aku meraihnya ? ataukah aku hanya akan menjadi pungguk yang rindukan bulan ?. Haruskah aku selalu terjaga disetiap malamku, demi mendapatkan cintanya ?



Senja mulai temaram, seperti biasa setiap sore aku selalu jalan - jalan dialun - alun utara. Ehmm ... menikmati angin senja yang sepoi - sepoi basah. Merasakan hembusannya diwajahku, dan melihat keramaian kota Yogya. Seharusnya, aku di kamarku di depan notebook dan menyelesaikan skripsiku, bukan mencari sesuatu hanya demi menuruti kata hati. Ku tatap langit, disana terlukis seraut wajah. Tersenyum dan menatapku dengan tatapan terindah yang pernah kulihat. Ada binar cinta, ada rasa kasih yang kurasakan kala menatapnya. Dan tak kupungkiri, aku merasa tenang dan nyaman dengannya.


"Bian ...? Apa kabar ?" Deg ! ini khayalanku ataukah wujud nyata ? perlahan ku cubit pergelangan tanganku. Sakit ! ternyata bukan mimpi, bukan khayalan dan dia memang ada disini, didepanku, tersenyum dan menatapku lembut.


"Asa ...? eh ... aduch ! koq bisa sich ?" aku jadi sedikit ngaco, nggak tahu musti ngomong gimana. Salah tingkah ? achh .... reseh, sejak kapan aku salah tingkah didepan cewek, bukankah seharusnya cewek itu yang salah tingkah didepanku, saat kutatap dengan tatapan elangku ? ha...ha..ha, itu karena mereka gadis gadis biasa, yang hanya suka mengejar kesenangan belaka. Dan saat ini, yang berdiri di depanku ... bukan gadis sembarangan, dia bidadariku. Asa tertawa lirih, ada lesung pipi yang baru kulihat disudut pipinya. Matanya bersinar jenaka, ikut menertawai kebodohanku. Memang cinta bisa berbuat apa saja, bahkan membuat seorang professor berubah menjadi plin plan.


"Ehmm sorry... aduch !" Tetap saja tak ada satu suarapun yang bisa kukeluarkan, hanya ach ich uch ... dan rambutku semakin berantakan akibat jemari tanganku yang tiada habisnya mengacak - acak rambutku. Asa semakin tertawa lepas, rambut panjangnya terurai, berkibar tertiup angin, ehmmm ... harum. Anginpun seakan tahu bahwa dia bidadari, hingga ingin membelai dan mencium wangi tubuhnya. Ada semburat merah dipipinya yang putih, hidungnya sedikit memerah menahan tawa dan dia benar - benar boneka. Achh ... cinta !


"Key Bi, aku jalan dulu yach. Bye ... !" Asa melangkah pergi, achhh bodoh ! rutukku jengkel. Dia telah berlalu, melangkah menjauh dan berhenti dibawah pohon beringin. Kulihat, dia duduk dibawah pohon, menatap sekeliling dan melihatku sambil tersenyum simpul. Dia mulai membuka notebook yang diambil dari dalam tas. Semenit kemudian, dia telah asyik mengetik. Ach ... indah, berlatar kerindangan pohon beringin, rambut yang berkibar tertiup angin, wajah cantiknya terlihat indah dibingkai alam. Dia menjadi sosok yang benar2 misterius. Sedang apakah dia ?


"Asa suka menulis cerpen, puisi dan terkadang naskah tanpa alur. Walau sesibuk apapun kuliah dia jalani, hobbi menulis jalan terus. Elo tahu Yan, dia paling suka nulis dialam bebas, dialun2 utara, ataupun ditengah taman kota." Kata Dewi, disuatu kesempatan ketika bertemu denganku. Calon dokter yang cantik dan romantis? perpaduan yang indah kurasa.


"Dia sudah punya cowok ?" tanyaku perlahan.


"Ha ... ha.... ha, Asa ? pacaran ? ha...ha..ha !" bukan jawaban yang kudapatkan, namun tawa lepas dari Dewi yang duduk disampingku.


"Kenapa ?"


"Dia tidak pernah mau dekat dengan cowok. Setiap ada cowok yang mendekat, pasti dia akan langsung menjauh. Baginya, hidup hanya untuk dinikmati sendiri."


"Karena penyakitnya ?" Dewi hanya mengangguk. Semenit kemudian, kulihat tatapan matanya mulai itu menewarang jauh. Sekilas kulihat ada kepedihan disana.


"Cerita ...?" pintaku pelan.


"Achhh... boleh gue nanya Yan ?" Aku mengangguk pelan.


"Perasaan elo ke Asa ?"


"Perasaan gue ? ehmm ... emang ada masalah ?"


"Elo cinta ma dia ? jujur aja dech .... gue cuman pengen tahu koq. Dan kalo iya, elo emang cinta ma dia. Gue cuma minta satu ke elo, jangan sakiti dia, jaga dia. Dia butuh seseorang yang bisa menyakinkan dirinya bahwa dia tuch patut dicintai koq."


"Dia gadis yang menarik, apa yang ada didirinya, gue rasa sempurna. Tak ada cela, dia lembut, baik hati dan yang paling kusuka adalah tatapan matanya. Disana kulihat begitu banyak tawa dan senyum. Berbeda dengan keadaan sesungguhnya. Jujur Dew, dia sakit apa ?"


"Jangan kaget, please ... gue harap setelah elo tahu, elo enggak akan menjauhinya."


"Gue janji, nggak pada diri elo tapi terlebih pada diri gue sendiri. Gue nggak akan ninggalin dia." Dewi menatapku, seakan dia ingin mencari kebenaran dalam setiap kata - kata ku.


"Dia terkena leukemia" Bug !!! jantungku serasa di hantam godam. Ada rasa sakit, seketika melukaiku. Aku terperangah kaget.


"Elo nggak bo'ong kan Dew ?" tanyaku mencari kepastian. Dewi menggeleng pelan, nampak kesedihan dimatanya, terlihat jelas dia pun ikut merasakan sakit. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala, seakan ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik - baik saja. Kudengar helaan nafas panjang, seakan ingin mengusir beban yang mengganjal hatinya.


"Dia cewek yang patut diacungi jempol. Bukan karena kecantikannya, terlebih karena pribadinya. Dia dari keluarga mampu, kalau hanya untuk mencukupi kebutuhannya sehari - hari, uang bulanannya lebih dari cukup. Hanya saja, dia memang gadis yang luar biasa. Kebiasaannya menulis dia kirim ke beberapa majalah, dan akhirnya dari sanalah dia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa mengusik uang bulanan yang dikirim ortunya. Dia gadis yang sederhana, dan baik hati. Yang paling membuat aku sedih adalah saat dia tahu tentang penyakitnya, baru beberapa bulan ini. Memang dia sering mengeluh pusing, cepat capek dan terkadang rasa sakit diperutnya. Namun dia menganggap itu hal yang biasa. Hingga suatu ketika, dia jatuh pingsan. Gue sempat kaget, karena melihat darah keluar dari hidungnya." Dewi, mengusap air mata yang hampir jatuh dari pelupuk matanya. Aku hanya mampu terdiam, mendengar cerita tentang bidadariku.


"Akhirnya ... karena terlalu sering gue paksa untuk periksa dan terlebih karena adanya dorongan semangat dari dr. Agus, akhirnya dia mengalah. Dia melakukan pemeriksaan darah atau yang lebih dikenal dengan Complete blood count (CBC). Dari situ diketahui dia mengidap Leukemia yang mempengaruhi Limfosif atau sel Limfoid. Dan yang membuat aku sedikit tenang dia masih dalam kategori Leukemia non limfositik akut. Dia masih bisa sembuh, aku harap begituYan. Tergantung kita, ortunya tidak tahu menahu tentang penyakitnya. Hanya sahabat dan teman dekatnya yang selalu memberinya support, itupun terbatas beberapa orang saja, karena mereka semua banyak yang tidak tahu menahu tentang penyakit dia. “Duch ... Tuhan, mengapa harus dia yang mendapatkan cobaanmu ? mengapa gadis kesayangan semua orang yang kau beri penyakit itu. Achh.... entah mengapa tiba - tiba aku ingin protes dengan semua ketetapan Mu ya Allah, Astagfirullah ....! aku mengusap wajahku, yang terasa begitu lusuh. Jiwaku serasa merintih, kala membayangkan gadis itu, gadis yang selalu tersenyum lewat tatap mata dan bibirnya. Tak ada yang bisa melukiskan keindahannya, hanya satu kata dia wanita terindah ....



Kembali ku tatap dia, begitu asyiknya hingga dia tak sadar sedari tadi aku menatap lekat wajahnya. Aku jadi berharap aku bisa menjadi angin, yang setiap saat bisa mendekap tubuhnya, yang setiap saat bisa memainkan rambutnya dijemariku, yang setiap saat bisa menghirup wangi tubuhnya. Dia ...... gadisku, harapanku. Asa Azkiya.... !


"Bian, ehmm ngelamunin apaan nich ?" Deg ! jantungku serasa mau lepas, ketika mendengar suara merdu itu ditelingaku. Ku palingkan wajahku, dan disana ada seulas senyum menawan menantiku.


"Hai .... dah selesai cerpenya ?"


"Ehmm ...." Jawabnya sambil mengerling jenaka


"Cerpen ? tahu darimana kalau gue sedang nulis cerpen?"


"Upss !!!" aku tersenyum, tersadar bahwa aku telah kelepasan ngomong.


"Enggak ... enggak koq, ehmm cuman nebak aja ..... !, kesini sama sapa non ? Dewi ?" tanyaku berlagak blo'on. Padahal aku tahu, dia sendirian dari tadi.


"Hi ... hi... hi ... reseh, yups Bian, gue sendirian. Eemang ada siapa disamping gue ? ehmmm ... elo nie ...." aku tertawa, aneh ... aku merasa begitu bahagia. Bahagia ............. tanpa ku tahu sebabnya.


"Ehmm mau gue traktir ?"


"Traktir ? ehmm ... boleh juga tuch !"


"Ayoookk !" Ajakku sambil meraih lengannya. Ehmm ... lembutnya ....!!!


"Bi, naik apaan nie ? elo bawa motor ? atau pake mobil gue aja ?"


"Elo yang pilih dech .... maunya gimana ?"


"Naik motor elo aja dech, mobil gue bisa gue tinggal disini." Tapi .... udah malem nie, angin pasti lagi dingin dinginnya. Aku nggak ingin dia kenapa - napa, apalagi mengingat kondisinya saat ini. Dan kulihat, wajah itu sudah mulai pucat, kusentuh jemarinya .... Asa t ersentak kaget.


"Maaf non, lebih baik kita cari tempat yang deket dari sini aja yuk ! atau elo pengen gue traktikr apa nie ?"


"Napa sich Bi.... gue nggak pa pa koq naik motor. Ehmmm .... elo jangan bikin gue sensi ya ?" Bener - bener nie cewek, nggak mau diajak kompromi. "Dia nggak mau diperlakukan istimewa, kalau itu hanya karena penyakit yang dia derita. Jadi kalo elo jalan ma dia, jangan terlalu kentara kalo elo udah tahu tentang penyakit itu, dan cuma pengen melindunginya. Asa ingin diperlakukan seperti layaknya orang yang sehat, dia tidak ingin diperlakukan seperti orang sakit." Kata - kata Dewi kembali tergiang di telingaku. Akhirnya dengan berat hati, kuturuti keinginannya. Ku lihat wajahnya bersemu merah, ada senyum yang tersembunyi disudut bibir itu. Dan aku benar - benar takjub, melihat rona bahagia di wajah mungil itu. Sepanjang jalan, dia selalu bercerita dan tanpa sadar akupun terkadang ikut tertawa lepas mendengar cerita - cerita lucu darinya. Dan senja itu adalah senja terindah dalam hidupku.


"Elo nggak pernah naik motor ?"


"Ehmmm ..... pernah sich, cuman udah lama sekali. ehmmm ... enak ya Bi, ice creamnya". aku tertawa, ketika melihat sisa ice cream yang memenuhi sudut bibirnya. Suasana di Bakery Shop, lumayan rame. Tempat ini memang terkenal dengan kelezatan Ice cream nya. Banyak muda mudi yang berpasangan memenuhi sudut ruangan. Tempat ini di desain unik, tak seperti toko - toko roti lainnya. Pelayannya pun kebanyakan masih muda, dan ... terkadang mereka adalah mahasiswa atau mahasiswi yang mencari tambahan uang jajan. Lumayan kerja part time di tempat ini cukup untuk bisa beli makan sehari 3 kali untuk satu bulan, dengan menu special anak kost.


"Elo sering ke sini ?"


"Yups... lumayan sering. Elo ... ?" Tanyaku balik. Asa tersenyum, dia mengambil tissu dan membersihkan bibirnya dari sisa ice cream.


"Jujur nie, gue jarang banget keluar .... ketempat semacam ini. Paling sering sich, gue ke Gramedia, Perpustakaan Daerah, atau ke alun - alun. Biasa cari bahan makalah atau inspirasi, gue kan harus masukin naskah cerpen atau apa aja ke majalah, yang penting bisa jadi uang. Hidup gue tergantung dari sana ... !" celotehnya ringan.


"Ehmm ... calon dokter dan penulis nie ceritanya ? ha..ha..ha... !"


"Hi ..hi..hi... reseh, enggak juga. Menulis mungkin kebiasaan yang nggak bisa gue hilangkan. Dia sudah menjadi darah daging gue, karena mungkin disana gue bisa nemuin apa yang gue cari. Perasaan dan kegelisahan gue bisa gue tuangin disana, sehingga beban yang ada bisa sedikit terkurangi."


"Apa sich yang kurang dari diri elo ? cantik, calon dokter, pandai nulis, dan pastinya elo cewek romantis. Nggak susah dech rasanya kalo cuma cari cowok, ehmm ... atau ada yang ditunggu ya ?" tanyaku menyelidik, mencoba mengorek informasi yang up to date dari sumbernya langsung. Ada warna merah bersemu di pipinya yang putih, jemarinya gelisah memainkan sendok ice cream yang masih dia pegang.


"Ehmm rahasia ?" tanyaku kembali, memecah keheningan yang tiba - tiba melingkupi kami. Asa mendongak, menatapku dan .... mengalirkan satu getaran dihatiku. Getar yang selama ini yang tak pernah kurasakan, pada siapapun. Walau itu para mantan - mantanku yang dulu.


"Napa ya, elo tuch ... akhir - akhir ini sering hadir dalam hari - hari gue. Gue makasih banget atas pertolongan elo kemarin, karena udah bawa gue ke Rumah Sakit. Dan herannya, elo selalu ada dimanapun gue ada."


"Kenapa ? enggak boleh ya ? atau ada yang nglarang nich ?"


"Enggak sich, cuman heran aja. Saat ini, gue hanya pengen fokus ke kuliah saja. Pengen banget nyelesaiinya, terus ambil program satu tahun untuk bisa jadi dokter muda. Gue pengen bisa praktek di desa, bantuin mereka yang nggak mampu. Hanya itu dech impian gue saat ini. Kalau soal cowok ... gue nggak pernah mikir sampe ke sana"


"Napa ? bukankah kita hidup memang ditakdirkan berpasangan. Nggak mungkin dong, elo bisa hidup seorang diri .... atau hal itu karena elo merasa, kalau elo jalin satu komitmen dengan seseorang elo takut hanya bisa memberi kepedihan pada dia. Karena penyakit elo misalnya .....?" Asa terkejut, dia menatapku tak percaya. Tatapan mata itu, penuh dengan luka. Tak ada senyum, tak ada tawa, hanya mendung yang bergelayut disana ....


"Bi .... ! elo ???" Seketika, dia berdiri dan melangkah meninggalkanku. Achhh .... bodoh ! rutukku kesal. Aku kesal dengan ketidak mampuanku menjaga omonganku. Aku berlari, mengejar dan meraih tangannya.


"Sya ... tunggu ! please .... sorry ... !!" Asa menatapku, ada linangan air mata yang menetes di pipi itu. Ada banyak luka yang silih berganti kulihat hadir di matanya. Entahlah .... hatiku terasa tertusuk sembilu, tanpa ku tahu sebabnya akupun merasa ikut terluka. Ku raih dia, ku peluk, sangat ingin, saat itu ku katakan .... seperti apapun dirimu, separah apapun penyakitmu, aku hanya ingin bersamamu, menghias bibirmu dengan senyuman, menatap matamu yang penuh tawa, walau ku tahu ada begitu banyak luka dan duka disana. Aku hanya ingin, selalu bersamamu ..... bersamamu .... sampai kapanpun.


"Please ... maafin gue !" Ku tatap dia sekali lagi ... aku sangat ingin melihat senyum itu kembali terukir disana. Asa tersenyum, mengangguk lemah dan tersipu. Dia benar - benar unik, disaat bersamaan ku lihat beragam ekspresi disana. Terluka, bahagia, dan tersipu manja..... Dan senja itupun berakhir dengan indah. Memang tak seindah yang kuinginkan, karena rasanya masih jauh jalanku untuk meraihnya. Dia terlalu sulit untuk kuraih, tidak hanya sekedar dengan kata - kata cinta ataupun rayuan dia bisa langsung dengan mudah jatuh dalam pelukan. Dia jinak - jinak merpati, tak hanya dengan sekali pikat dia bisa jatuh hati. Dan faktor yang menghalangiku hanyalah masalah penyakitnya, dia sangat sensitif kalau sudah menyangkut hal itu. Mungkin, dia tak ingin semua orang tahu, mungkin dia hanya ingin memendam kepedihan itu seorang diri. Menyimpannya dalam satu kotak, kotak pandora, yang tak pernah ingin dia buka. Karena kalau terbuka, bisa menyakiti semua orang yang disayanginya. Baginya lebih baik hanya dia yang merasakan luka dan pedih, dan tak ingin orang lain ikut merasakannya. Terutama kedua orang tuanya ....



Hari - hari selanjutnya ku lalui dengan ringan, disetiap kesempatan aku selalu berusaha mendekatinya. Biasalahh ... PDKT, rasanya tak ada yang bisa membuatku mundur dan menjauh darinya. Walau itu penyakit separah apapun, rasanya aku sanggup menghadapinya asalkan dia ada disampingku, asalkan aku tetap bisa menatap binar indah dimata lentik itu, asalkan dia selalu tersenyum manis padaku. Leukemia, kanker darah ? hemm kecil .... aku selalu percaya, akan ada keajaiban dalam cinta yang kubawa untuknya. Cinta itulah yang akan menyembuhkan, cinta itulah yang akan selalu membawanya kembali padaku, dan cinta itu pulalah yang akan menjadi miliknya selama hidupku. Achh ... sialnya, sampai saat ini aku belum mampu mengungkapkan isi hatiku padanya, aku tak berani, takut .... hal itu akan menjauhkannya dariku. Takut ... dia akan berlari menjauh dariku, dan itu adalah hal yang paling tidak aku inginkan saat ini. Namun .... tatap mata itu, mengisyaratkan banyak hal, mengirimkan banyak sinyal, ada binar cinta, ada rasa kasih dan ada segala hal yang pernah kukhayalkan. Bukankah itu adalah alasan yang tepat untuk membuatku terus maju dan mendapatkannya ? dan ... ku harap bukan penolakan yang akan kuterima namun .... penerimaan indah yang kan ku kenang sepanjang hidupku. Dan aku yakin, aku bisa mendapatkannya .....


"Gimana .... dengan kesehatanmu ?" tanyaku, siang itu sepulang dari kampus. Hari ini, rambut panjang itu diterikat ke atas, dihiasi dengan pita berwarna pink. Ketika menunduk, atau pun menengadah .... ekor kuda itu bergoyang indah. Tanpa make up apapun, wajah itupun tetap terlihat bersih. Pipinya bersemu merah tiap kali matanya bertemu dengan tatapan mataku.


"Ehmmm ... baik."


"Masih menjalani chemoterapy ? ups ! salah ya ? aduch ... sorry dech, abisnya gue kan bukan anak Kedokteran."


"Hi..hi..hi... iiihh sapa yang bilang salah sich. Yups ..... chemoterapy atau intrathecal Medications."


"Yach ... nyerah dech kalo berurusan dengan istilah - istilah kedokteran. Tapi kalo urusan bikin elo seneng, gue tuch jagonya !"


"Ha .. ha...ha... Bian, Bian elo emang pede abiss dech ! tapi emang iya sich, elo emang beda dengan cowok - cowok yang selama ini gue kenal. Ehmmm, mereka tuch bukan petarung hebat, sekali gue tolak pasti mereka pada kabur. Kadang gue pikir, apa karena gue seperti nenek sihir ya? yang suka banget menyihir pangeran - pangeran tampan menjadi kodok."


"Ha ... ha... ha... reseh juga ya elo. Kalo elo nenek sihir, buat gue nenek sihir yang paling cantik sedunia. Gue tetap aja bakalan jatuh hati ma elo ... walaupun harus disihir jadi katak" Diam ... Asa terdiam, menatapku tajam seakan ingin menghakimiku.


"Mereka adalah cowok - cowok bodoh. Mungkin, mereka nggak percaya diri aja, dan mungkin juga mereka sadar diri. Bahwa mereka tidak pantas mendapatkanmu. Engkau terlalu indah untuk mereka, terlalu lembut untuk mereka yang egois, dan mungkin elo hanya tercipta untukku .... !" Achhh ... Tuhan, kurasakan ada beban yang hilang dari hatiku. Setelah sekian lama aku memendam perasaan yang serasa terus menerus menguasai hatiku. Yang semakin lama membuat aku semakin tidak berdaya. Asa terpaku .... diam, bibirnya bergetar dan tatap mata itu melukiskan begitu banyak rasa. Ada air bening yang mengenangi kelopak matanya, aku terdiam, kuraih jemarinya, mengenggamnya erat seakan aku takut dia akan berlari dan pergi dariku. Aku benar - benar takut kehilangan dia ....


"Bi ... elo becanda kan ? please .... !" pinta itu keluar dari bibirnya yang bergetar, air mata itu telah jatuh berderai di pipinya.


"Sya, sudah waktunya engkau membuka hatimu. Menerima sosok yang benar - benar ingin masuk dalam kehidupanmu ...."


"Tapi, gue bukan sosok sempurna yang ada dalam bayangan elo. Gue hanyalah gadis yang hidupnya mungkin tinggal menunggu waktu, hari, bulan ataupun tahun. Gue tidak bisa memberi apapun, bahkan janji sekalipun untuk melewati hari - hari bersama. Gue hanya akan memberi luka dan kepedihan dalam hati elo. Please Bi, tarik semua ucapan elo ..."


"Sya, dengerin gue. Jangan elo anggap keputusan itu adalah yang terbaik buat gue. Gue rela menjalani apa saja, kepedihan apa saja, asalkan elo ada disamping gue, bersama gue .... mari kita lukis hidup kita bersama, mari warnai setiap harapan dengan cinta kita. Sya, gue lebih bahagia bisa hidup dengan elo walau terbatas waktu, daripada gue hidup tanpa elo sepanjang jaman. Toh, semua manusia akan sampai pada hal itu, kembali pada Nya yang memberi hidup dan nafas pada kita. Jadi please.... dengerin kata hati elo, jangan biarkan penyakit itu menghalangi kita bersama. Gue yakin, dalam cinta kita akan ada satu mukjizat yang akan membuatmu kembali seperti semula. Keajaiban cinta Sya .... elo percaya kan ?" Pintaku kelu. "Husstt, please.... jangan nangis !" Ku gengam jemarinya, kuhapus air mata yang menetes di pipinya. Aku ingin, semua duka itu bisa terbagi, hingga menjadi serpihan kecil yang tiada berarti.


"Kalo elo sayang gue .... jauhi gue Bi... !" tanpa aku sangka, Asa berdiri memberikan ultimatum terakhir dan berlari meninggalkanku. Dia benar - benar telah menjauh, berlari dari perasaannya sendiri. Tak mau mengakui, bahwa dia adalah sosok yang patut dicintai. Andai aku bisa menggambarkan seberapa besar perasaan cintaku padanya, andai ada yang bisa mengukur seberapa dalam rasa sayangku padanya, aku yakin.... tak ada yang bisa melebihi besarnya rasa cintaku padanya, dalamnya rasa sayangku akan dirinya. Asa .... !!!



Aku benar - benar lusuh .... kacau dan tak berdaya ! dia benar - benar menghilang. Tak dapat kulacak dimana keberadaannya, bahkan Dewi pun tak tahu menahu tentang kepergiannya. Ada beban sebesar gunung yang menghimpitku, membuat aku sulit bernafas, mengirup udarapun serasa tak mampu kulakukan. Aku benar - benar telah mati seiring kepergiannya. Kepergian belahan jiwaku, karena dengan kepergiannya membuat sebelah jantung dan hatiku ikut hilang entah kemana. Yang kurasakan hanyalah hampa ....


"Dew ... please tolong gue ! kasih tahu dimana keberadaannya .... please Dew !!!"


"Sabar Yan, gue juga nggak tahu. Dimana dia ..... HP nya pun di matikan. Tak ada yang bisa gue hubungi, kalau dia pulang rasanya nggak mungkin." Ach ... kampus mulai sepi. Hanya beberapa orang mahasiswa yang masih sibuk di ruang senat. Dewi menatapku dengan tatapan yang sulit kujabarkan. Dewi menyentuh lenganku pelan.


"Sore ini, seharusnya jadwal dia check up. Yan, ayooo ........!!!" Dewi menarik tanganku, dia berlari mengajakku kearah ruang dosen.


"Cepat Yan, kita harus cepat. Sebelum dokter Agus pergi ... !" Aku ikut berlari dibelakang Dewi, entahlah ada setitik cahaya terang yang kulihat didepanku. Terlebih .... kala ku lihat dokter setengah baya itu. Kami hampir saja bertabrakan dengan dr. Agus, sosok berwibawa yang terlihat bersih dan lebih muda dari usia sebenarnya. Ada senyum tersungging disana ...


"Dewi ... loh ... loh ...ada apa ini, seperti dikejar anjing saja kalian." Dengan nafas terengah - engah Dewi bicara.


"Dok ... dok ... please dok, tolongin kami"


"Ada apa ? pasien gawat darurat ?"


"Bukan ....!" Dewi mengatur nafasnya, beberapa saat kemudian dia tersenyum dan bertanya.


"Asa ... dimana dok ?"


"Asa ??? loh kalian kan temannya koq nanya saya sich ? bukankah sudah beberapa hari ini dia absen ?"


"Hari ini bukankah jadwal dia check up dok ?" Dokter Agus tertawa.


"Dewi, mungkin beberapa saat ini dia akan baik - baik saja. Setelah Chemotherapy kemarin, aku lihat ada banyak kemajuan. Mungkin, dia sudah memiliki semangat hidup. Dan aku lihat, wajahnya sudah berseri - seri .... pendarahan yang sering terjadi sudah mulai berkurang. Cuma mungkin, kalau dia tak terkontrol lagi terlalu banyak kegiatan dan beban fikiran, hal itu bisa terjadi kembali. Yach ... memang baru beberapa persen sich perkembangannya, namun itu sudah menunjukkan hal positif untuk kesembuhannya."


"Jadi dok, hari ini Asa tidak ada janji dengan dokter ?" dokter Agus menggeleng pelan.


"Tenanglah Dew, dia sudah saya bekali dengan obat - obat tablet dan suntik yang berfokus pada pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Jadi sementara ini chemotherapy bisa dilakukan mundur dari jadwal, yach ... 2 atau 3 hari lagi mungkin. Jadi beritahu dia, kalau ada apa - apa langsung hubungi saya. Ehmm maaf Dew, saya harus masuk, ada kelas sekarang ...!" dokter Agus berlalu. Aku dan Dewi tertunduk lesu. Habislah harapanku untuk menemukannya. Dan ... Upss!! 2 hari lagi, dia harus check up .... bagaimana ini ? Namun ...


"Dew .... tempat yang sering dia datangi ...."


"Yups!! baru gue inget. Ayooo .... !!!" kembali aku dan Dewi berlari menuju tempat parkir. Aku harus cepat, feeling ku mengatakan dia ada disana, duduk diantara keindahan taman kota, asyik mengetik diatas notebooknya. Keyakinanku kali ini tidak boleh meleset, aku sudah begitu lelah mencarinya, berhari - hari mengelilingi kota Yogya yang kurasakan semakin sempit saja. Banyaknya pelajar yang datang dari berbagai daerah, membuat suasana bertambah ramai dan penuh sesak. Namun, kala musim liburan datang, kota akan tampak lenggang .... yang tampak hanyalah penduduk asli kota Gudeg itu.



Angin bertiup semilir, aku dan Dewi berlari sambil melihat setiap sudut taman kota. Namun tak ada satu sosok yang ku cari itu, tak ada getaran yang kurasakan setiap aku akan bertemu dengannya. Ataukah sinyal dari radarku berkurang ? ach ... tidak, perasaanku semakin kuat terhadapnya hingga .... jika sesuatu terjadi padanya aku pasti bisa merasakannya.


"Dew, berpencar .... kamu ke arah alun - alun. Dan aku akan mencarinya ke arah Mallioboro." Hanya berdasarkan insting, aku berjalan mengikuti kata hati. Aku berjalan, menuju arah Shopping, tempat penjualan buku bekas ataupun baru yang paling murah di Yogya. Hatiku berdebar, jantungku berdenyut lebih kencang, achh ... pertanda bahwa dia ada disekitar sini. Dan ... Ya Tuhan .... ku lihat dia ada disana, dibawah pohon sedang asyik dengan notebooknya. Ada banyak buku yang bertumpuk disampingnya. Dia .... tahukah, bahwa aku merindukannya ? gelisah karena kepergiannya ? Perlahan aku mendekat, tanpa ingin mengusiknya aku duduk disampingnya. Diantara buku - buku bawaannya.


"Apa kabar non ?" tanya ku pelan. Reflek, Asa menoleh, menatapku dengan rasa tak percaya. Aku terpaku .... tatap mata itu, mengapa penuh luka, mengapa ada begitu banyak duka disana.


"Sya .... "


"Bian, elo ...??"


"Ya, gue. Elo nggak usah kaget, kemanapun elo pergi, sejauh apapun elo berlari .... gue yakin, gue pasti bisa menemukanmu kembali, meraihmu kembali. Jadi sayang, percuma elo berlari dari gue, percuma elo sembunyi. Karena elo suka atau tidak, ada jalinan diantara hati kita yang gue sendiri tidak bisa memahaminya." Asa terdiam, dia hanya mampu menatap layar notebook didepannya. Termenung, dan menghela nafas panjang.


"Bian ...."


"Please .... jangan sakiti gue lagi Sya, gue sayang banget ma elo ... masa' elo nggak ngerasa sich ?"


"Gue .... !"


"Katakan elo sayang gue ...!"


"Bi..."


"Gue janji Sya, nggak bakalan ninggalin elo walau sampai kapanpun, walau bagaimanapun akhirnya. Gue hanya mau elo .... bukan yang lain. Please ... katakan elo sayang gue." Asa hanya mengangguk, menunduk dalam - dalam seakan ingin menyembunyikan rona merah yang selalu kurindukan hadir menghias wajahnya.


"Janji .... elo nggak akan pergi lagi, janji ... kita akan selalu bersama, susah, senang, sedih ataupun bahagia. Gue nggak mau kehilangan elo untuk yang kedua kalinya." Ku sentuh wajahnya, aku begitu merindukannya. Aku ingin menatap wajahnya, melihat binar indah dimatanya, ataupun rona merah yang selalu menghiasi pipinya.


"Elo mau kan berjanji demi gue ?" Ku tunjukkan jari manisku, aku ingin jemari kami bertaut, sebagai tanda janji telah terikat diantara kami. Asa mengaitkan jari manisnya di jari manisku. Kami tersenyum, dan kini kulihat lagi ada senyum dan tawa di mata indah itu.


"Aku janji Bi, jika hanya dengan mu bisa kuhias langit itu, seperti apapun getirnya hidup akan mampu kulalui. Jika hanya dengan mu aku bisa tertawa dan bahagia, rasanya hidup seratus tahun lagipun aku bisa. Tak ada satu penyakitpun yang bisa membunuhku."


"Itu baru gadisku !" Ku rengkuh Asa dalam pelukanku, kami berpelukan di pinggir jalan yang penuh lalu lalang mobil. Kami tertawa .... dan rasanya tak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaanku saat ini. Dia, akan kumiliki selamanya. Selama nafas masih ada dalam tubuhku, selama denyut jantungku berdetak, selama kedua tanganku mampu merengkuhnya, tak kan kubiarkan dia pergi meninggalkanku, dan tak kan kubiarkan satu orangpun menyakitinya. Dia akan selamanya dalam hati dan hidupku. Karena hidupnya adalah hidupku.


2 komentar:

  1. ehmm.... cerpen elo kali ini bener2 gue acungin jempol dua,dech... empat kalo ditambah ama jempol kaki.. hi..hi..hi... tp elo mau diacungin pake jempol kaki...? ha..ha..ha...
    Trenyuh juga ngebaca cerpen elo... saran gue,nich....
    Coba elo kirim naskah cerpen elo ke majalah.. gue yakin bisa lolos..
    klo penilaian lengkap .. ehhmmmm.. pas kita chat aja,dech...!!! Oke...!!

    Salam sayang selalu.... buat elo...
    kk elo,nich....
    he..he..he...

    BalasHapus
  2. Cinta itu emang terasa lebih indah bila dinikmati... alias saling memahami, saling mengerti akan makna dari perkataan cinta itu sendiri.
    Namun dewasa ini banyak orang yg kurang bisa menghargai makna cinta.... kadang malah tercampur nafsu.
    Kata pujangga,nich..
    " CINTA ITU ANUGRAH..
    MAKA.. BERBAHAGIALAH..!!
    SEBAB KITA SENGSARA..
    BILA TAK PUNYA CINTA..."

    Gue tunggu lagee cerpen elo selanjutnya...
    bye...

    BalasHapus