Selasa, 29 September 2009

Rahasia kecilku ...




Mengapa .... ketika aku buka blog ini dengan setumpuk ide yang bercokol di otakku, dengan semangat yang menggebu namun ... ketika terbuka tampilan di layar notebook itu membuat aku terpaku, otakku yang penuh ide lenyap entah kemana ... semangat yang mengebu gebu itu hilang tanpa bekas. Yang tertinggal hanyalah ... jemariku yang terdiam diatas keyboard, otak yang kosong tanpa ada satu ide pun yang tertinggal. Selalu ... selalu ... dan selalu hal itu yang terjadi, membuat aku bingung, heran dengan apa yang terjadi. Sudah demikian parahkah ??? sudah akut kah ??? yach ... andai ini penyakit, ehmm ... penyakit pikun kalee ya ??? Uuuuhhh ... jengkel dengan diriku sendiri, melihat tugas yang nggak kelar - kelar padahal libur sudah hampir usai. Besok aku harus mulai masuk kuliah. Seneng sich ... tapi juga nggak !!! seneng bisa ketemu sobat sobit gue, bisa ngocol bareng, update gosip terbaru nnnnn .... nggak ketinggalan bisa join nan ma mereka, mulai dari soal tugas ampee pernak pernik kecil. Ada satu rahasia yang terjalin diantara kami, rahasia yang hanya kami sendiri yang bisa memahami. Rahasia kecil tentang sebuah jalinan antara aku, dia dan mereka.

"Ve, Vera Very Viraaaaaa ..... !!!! muncul dong, jangan ngumpet mulu !" tyuhh teriakan mirip Tarzan mulai mengusik konsentrasiku. Kalau memang bisa dibilang ke begonganku adalah sebuah konsentrasi.
"DUBRAKKKKK .... !!!" aku terlonjak dari tempat dudukku. Mendelik jengkel ketika melihat seraut wajah ayu nongol di sudut bibir pintu kamar.
"Nahh ... ngelamun lagi. Uuuhh .... dunia gonjang ganjing aja loe pasti nggak tahu, ngendon aja di kamar. Mang ngapain non ??? tugas blom kelar kah ?" Aily masuk ke kamarku, melihat seluruh isi kamarku seperti petugas inspeksi, tak ada satupun sudut kamarku yang terlewat dari matanya. Mulutnya tiada henti mengoceh memberi komentar untuk setiap sudut kamarku. Mulai dari tempat tidurku yang acak - acakan, buku berserakan di atas karpet, Sajadah dan mukena yang masih teronggok begitu saja dilantai. Dan ... tak terkecuali aku. Aily melihatku dari ujung rambut hingga ujung kaki, melihat baby doll unggu yang masih melekat di tubuhku dengan rambut yang acak2 an dan melihat wajah kusam penuh amarah melotot ke arahnya. Ada senyum yang tertahan di sudut bibirnya, dengan lagak serius dia berucap.
"Ve ... " dia mendekatiku, menyentuh ujung baby doll ku kemudian mengelus rambutku pelan.
"Udah waktunya loe bangun, melihat mentari bersinar di ufuk timur. Rambut ini dah waktunya ke salon, cuci rambut, blow up, pedi meni atau apalah yang bisa mengubah sosok tomboy loe menjadi sedikit lebih cantik"
"Yeee ... emangnya gue nggak cantiik ??? iiihhh ... kecantikan ndiri tyuhh, sok loe ... !" ujarku sambil menghempaskan tubuhku ke kasur. Ku sembunyikan wajahku dibawah guling, me reka reka jalan hidup yang semakin tak tentu arah. Bukan hanya satu hal yang datang, namun terlalu banyak hal yang datang dan pergi hingga membuat aku kelimpungan sendiri. Apa yang kucari ???. Aily merebut guling dari pelukanku.
"Ly, gue pengen naik gunung. Sendiri .... mencari sesuatu yang gue sendiri nggak tahu."
"Gilllaaa loe ... kul dah aktif non, loe malah mo ngilang. Tugas psikodiagnostik observasi dah kelar blomm ???"
"Gue ... dah sampe pada titik yang tidak mampu gue tanggung. Gue ... gue hanya butuh ruang untuk sendiri." Tak ada yang bisa ku katakan lebih dari itu, Aily mendelik melihatku. Aku tidak tahu dia ... bisa melihat apa tidak ke dalam kedua bola mataku bahwa aku saat ini sedang melayang diantara duniaku, dunia yang hanya aku sendiri yang bisa memasukinya. Setengah sadar aku merasakan dua jemariku digengam erat.
"Ve, loe ada masalah ?? pleaseee .... cerita gih ! gue siap koq jadi pendengar yang baik." Ku lihat langit langit kamarku berubah warna. Menjadi gelap dan terang diantara dua sisinya, dan kurasakan jiwaku melayang, mengambang ... semakin tinggi ... tinggi dan tinggi. Hingga yang kulihat hanyalah Aily yang menguncang guncang tubuhku sambil terisak pilu.

Ku masuki pelataran kampus, siang semakin terik ... bulan ini memang merupakan jarak terdekat matahari dengan bumi, sehingga panas terasa semakin membakar menyisakan peluh peluh yang mengalir dari tengkuk merambat ke bahu dan seluruh tubuh. Gerah ... tak bisa dipungkiri mencengkeram erat bumi berserta seluruh makhluk hidupnya. Dengan tergesa gesa aku melangkah di antara koridor kampus, hari ini ada kelas mata kuliah kode etik psikologi. Ku lihat jadwal ku hari ini dan dyuhh ... jam satu siang ada seminar Pendidikan dan Perkembangan. Alamat nggak ada tengang waktu buat rest nich, pikirku kelu.
"Ve ... !!!" Ku hentikan langkah, ku lihat Seno lari tergopoh gopoh ke arahku. Ku lirik jam tanganku, telat 15 menit ... ampyunnn ... kena strap dech !
"Hai ... pa kabar Sen ?" Bukan menjawab salamku, cowok itu malah menarik tanganku agar mengikutinya. Ku dengar nafasnya masih memburu, dahinya dipenuhi peluh yang bercucuran.
"Gue butuh bantuan elo nich !" Katanya diantara nafasnya yang terengah engah.
"Whattt ??? bantuan apaan ? Sen ... gue ada kelas Bu Rahma nich."
"Bentar Ve, dengerin gue dulu ... anak anak MAPALA mo melakukan pendakian ke Merbabu ..." Pendakian ??? wah pucuk dicinta ulam pun tiba. Ini yang gue suka ... akhirnya Bu Rahma terlupakan dari benakku. Tak ada kelas ataupun seminar, saat ini perhatianku hanya terfokus pada rencana anak - anak MAPALA. OOOooooiiii ... gue bener benar kangen dengan pegunungan. Akhirnya aku cabut dengan Seno ke base camp MAPALA, kuliah batal, seminarpun terlupakan dan seharian ini waktu ku habiskan di base camp anak - anak MAPALA.

"Assalamu'alaikum" sahutku ketika ku angkat Hand phone ku pada nada sambung yang kedua.
"Ve, gila loe ya ... ditungguin dikampus malah nggak nonggol. Kemana aja sie ? jangan bilang kalo loe ketiduran. Awass loe ..." Aku tersenyum mendengar omelan itu, Siska ... sahabatku. Selain Aily masih ada Siska, Willa dan Joel. Kami berlima bersahabat karib, walau banyak perbedaan diantara kami, nyatanya selama ini jalinan yang terjalin ini terasa indah dan menyenangkan.
Aily si gadis salon, kemana aja di dalam tasnya selalu ada bedak, pelembab dan lipstik. Siska gadis imutt yang paling nggak suka bolos, paling hobby ke perpustakaan dan bener - bener si jenius diantara kami. Willa gadis lembut yang nggak suka neko - neko, paling lembut dan rapuh. Dia seperti putri kaca, tersenggol dikit pasti akan jatuh dan berkeping. Dan Joel adalah gadis simple. Dia bernama Juliet ... tapi karena dia lebih terkesan cowoknya maka kami suka memanggilnya Joel. Ramputnya di potong cepak, nggak pernah sekalipun pake gaun or Rok. Seluruh koleksi bajunya hanya terdiri dari Celana jeans, t - shirt, tank top atau celana pendek. Dia sahabat sehobi denganku, walau aku nggak se tomboy dia. Kami sering ikutan wall climbing ataupun hiking bareng anak - anak MAPALA.
"Ve ... !!! koq diam sie ???" Aku tersadar ketika mendengar teriakan Siska di telingaku.
"Wooii ... telinga gue masih normal kalee nggak usah pake teriakan macam maling gue masih dengar nonn ..."
"Tyuhh mulai dech .... kemana aja ? inget loh Ve ... loe nggak mau ketinggalan kan, kita udah di tahap penentu nich ! skripsi dah dekat nonn, jangan macem2 dong !" dyuhh ... aku lagi maless denger ceramah, so ... aku ambil selembar kertas tyuss aku gesek2an di HP.
"Sorry Sis ... signalnya low nie .. gue nggak denger suara loe bizz putus2 nich!" Secepat kilat aku matikan HP ku. "Alhamdullilah ... sorry beb, gue lagi maless berantem ma loe. Lain kali dilanjut dech ..." bisikku sambil tersenyum.

Ehmm ... start awal, aku musti nyelesaiin tugas makalah itu. Malemm ini musti kelar dan besok pagi aku bisa cabut pergi dengan anak2 MAPALA. Ku siapkan semua bahan di meja belajarku, pintu kamar sudah aku pasang label besar "DON'T DISTURB ME" dan pintu aku kunci dari dalam. Tak ketinggalan segala macam cemilan aku siapkan di samping meja beserta semua jenis minuman dari panas, dingin ampee yang palinggg duingiiiinnn dan palingg hot. He ... he.. he ... reseh ya ! and now let's to begin.
Notebook mulai aku nyalakan, ku lihat signal Wifi ku berjalan normal. Ehmm alamat gue bisa browsing di internet cari bahan makalah. Ehmmm .. YM ?? wadoohhh ... jangan dulu Ve, fokus ... fokus ... loe musti nyelesaiin makalah bukannya Chatting non. Ku jedotkan kepala ke buku, biasa godaan terberat kalo buka internet pasti ke Facebook, Chatting ataupun buka - buka email yang ujung2nya tetap aja ke sana. Duch Tuhan ... bantu aku "Bismillahirohmannirrohim ..." tak lama kemudia jemariku mulai menari diatas keyboard, untunglah malam ini otakku berjalan normal hingga dengan mudahnya ide - ide itu masuk dan muncul di otakku. Jemariku pun semakin tak terkontrol menari dan berlenggak lenggok di atas keyboard. Walaupun sesekali aku meraih stock cemilan yang udah aku siapan di samping meja belajarku. Waktu terus berlalu, detik, menit dan jam telah terlampaui. Tak terasa malam semakin larut dan akhirnya ..... Finish ! "Alhamdulillah ..." bisikku dengan mata yang semakin berat. Ku simpan semua fileku, ku raih jam becker di atas meja, ku pasang alarm. Besok pagi sebelum berangkat aku bisa mencetaknya.

Ku dengar jam becker berbunyi, suaranya terlalu nyaring hingga membuat telingaku sakit. Ku raih bantal untuk menutupi telingaku, achhh mata terasa begitu berat seakan akan ada beban berkilo kilo membebaninya. Tak lama kemudian ku dengar HP ku berbunyi ....
"Arrrgghhh apa sich... pagi pagi dah gangguin orang !" Dengan malas, ku raih HP itu dan ...
Bangun !!!! gue tahu loe masih molorrr
ditungguin seno tyuhh
Pengen di keroyok anak2 MAPALA ???

"MAPALA ??? aduchhh .... !!!" Reflek aku bangkit, meraih piyama ku dan bergegas keluar tapi ...
pintu kamar terkunci dan ... kuncinya dimana nich !! bingung ... nggak tahu musti gimana. Kunci kamar hilang entah ngumpet dimana. Dan .... "ampyunnnn mampus gue ! 10 menit lagi ... wahh gue ada ide" dengan tergesa aku menuju jendela, ku buka daun jendela dan melompat keluar ...
"GUBBBRRRUAAAKKKK ... ! aduch, sialan sapa sich yang naruh gerobak sampah sembarangan." rutukku kesal yang disambut seraut wajah keriput yang tersenyum penuh penyesalan. Pak Mardi, tukang sampah yang sering mengambil sampah - sampah di sekitar area pemukiman ini.
"Maaf mbak Ve ... maaf ..!" aku tertawa kecil
"Tenang pak Mardi, Ve yang salah. Jendela kan fungsinya bukan untuk keluar masuk." Jawabku asal, sambil berlari masuk rumah.

Mandi ... ahhh tak bisa ku nikmati sejuknya air di pagi hari. Aku harus cepat2 mengejar waktu. Dengan tergesa aku menuju tempat kunci cadangan, walaupun dengan konsekuensi kena semprottt ma bu kost, apa mau dikata .... dengan mengendap endap aku menuju ke ruangan itu. Sepi ... tak ada bu kost, baunya saja nggak tercium ... anak - anak yang lain sudah pada keluar so ... kost sueeepiiii banget. Ku ambil kunci cadangan, tertawa senang dan sambil melonjak lonjak kegirangan aku menuju ke kamar. Yachhh ... nasib baik Ve nich !!!
Ku tulis disecarik kertas pesan untuk Aily, Siska dan Willa ....

Hai my dearest friends ...
Tolongin gue ya Beb ...
cetakin tugas Psikodiagnostik Observasi gue
Nama file nya Sikopad.doc
sekalian Jilid n kumpulin yaaa ...
Please ... please ... please ...
Love you all

Ku baca ulang pesanku, dalam benakku telah terangkum wajah2 cantik sohib gue yang cemberut bin jengkel. Bisa dipastikan mereka akan marah - marah nggak karuan, bukan karena permintaan tolongku sie, tapi mereka marah karena aku menghilang begitu saja dan membebani
mereka dengan tugas tugas itu. "Maafin gue beb ..." bisikku lirih.

Merbabu .... entah apa yang terlintas dibenakku, melakukan perjalanan super panjang dan melelahkan. Kami dari Yogya naik bus menuju ke Magelang kemudian dilanjutkan dengan bus kecil ke arah Kopeng. Kami sudah sepakat akan melakukan pendakian lewat Tekelan karena disana terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
"Oke ... sesuai kesepakatan, kita akan beristirahat dulu di pos Tekelan sebelum melakukan pendakian. Berdasarkan rute perjalanan kita akan menuju bumi perkemah Umbul Songo kemudian menuju ke Pos Tekelan."
"Bagaimana kalau kita lewat jalan pintas Bro ... setahu gue, terlalu lama kalau kita harus melewati Bumi Perkemahan Umbul Songo." Acan terdengar memberi usul.
"Gini Can, kalo kita lewat jalur pintas ... ada banyak kendala dalam kelompok kita. Gue kasihan ma temen2 kita yang cewek."
"Alahhh siapa suruh mereka ikut ... kalo nggak mampu nggak usah ikut dong!"
"Jangan githu dong ! lihat sikon saat ini ... walo belum musim penghujan tapi angin terlalu kencang. Sen ... mendingan lewat jalur aman aja dech !" Teriak Rani menimpali ucapan Acan.
Seno terlihat bingung, karena teman - teman yang lain pada berkomentar. Rani dan Acan saling adu mulut, suasana bertambah tegang, padahal hari sudah bertambah siang. Acan tetap ngotot ingin lewat jalur pintas sedangkan Rani tetap bersikukuh lewat jalur aman.
Seno menatap kearahku meminta pertimbangan, aku tersenyum menatapnya dan dengan bahuku ku senggol Joel disampingku.
"Paan sie ..." sungut Joel sambil menatapku.
"Bantuin Seno tyuhh ... !!!" pintaku
"Ogah ach ... nggak ngefek mah kalo gue yang maju atuhh non" Aku mendelik menatapnya dengan pelan ku tinju lengan kirinya sambil melangkah ke depan. Saat ini kami sudah berada di daerah Kopeng, dinginnya gunung sudah mulai menyebar diseluruh persendian tubuhku.
Aku berdehem beberapa kali meminta perhatian mereka.
"Maaf sebelumnya ... dari awal kita sudah sepakat kita akan lewat jalur aman. Yang dimana kita akan melewati 5 atau 6 pos untuk mencapai puncak. Jadi gue minta kita tetap pada komitmen semula. Please ... Can, hargai kami para wanita ini dan simpan saja energimu hingga sampai puncak Merbabu." Ku tatap wajah wajah di depanku, beberapa diantara mereka ada yang belum aku kenal. Saat ini kami berjumlah 7 orang 3 cewek dan 4 cowok dan kami adalah kelompok ke 2 dari 3 kelompok yang terbagi. Dengan kesepakatan kami semua akan bertemu ketika sampai di puncak. Ku tatap Acan, berharap dia bisa menerima kesepakatan itu.

Pos Tekelan berada ditengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Sepanjang perjalanan kami dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening. Pemandangan yang sangat sulit untuk di jabarkan dengan kata - kata. Ada banyak keanehan disini berdasarkan buku petunjuk penduduk desa di lereng gunung Merbabu ini pada tahun baru Jawa 1 suro selalu melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa Tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Mereka seperti penduduk yang tak tersentuh modernisasi. Kami beristirahat di Pos Tekelan sambil menunggu malam tiba untuk melanjutkan perjalanan.
"Capek Ve ?" Tanya Seno sambil menatapku, aku tersenyum menghentikan aktifitas menekuk tubuh ke kiri kanan.
"Capek ?? wadoohh belom lagi dimulai masa' capek sie ???" Seno tertawa lepas, aku lihat wajah itu begitu tirus. Dia anak Teknologi Informatika semester akhir. Tawa itu ... mengingatkanku akan seseorang, seseorang yang tak pernah ingin ku ingat lagi. Seseorang yang ingin aku lupakan.
"Loe suka banget ya ma petualangan, beda dengan cewek cewek yang ku kenal selama ini."
"Gue suka karena ... dengan melakukannya gue ngerasa senang, gue sangat suka dengan alam."
"Bukan githu Ve, loe tyuhh ... apa adanya. Nggak seperti mereka yang suka muna !"
"Bisa aja loe Sen ... !" Seno tertawa, dia menatapku dengan tatapan yang aneh. Sedetik kami hanya bisa saling pandang dan tersentak ketika mendengar Indra memanggil ...
"Ooooiii ..... sennoooo .... !!!" Sebelum berlari menghampiri Indra, Seno meraih tanganku dan mengenggamnya sejenak. Aku menatapnya berlalu ... ku tepis setiap rasa yang terasa mulai berlebihan. Ku buang segala angan dan impian yang mulai menjajah mimpiku. Aku tidak memiliki kehidupan tuk bisa kuberikan kepada orang lain. Lebih baik aku sendiri menjalani sisa hidup ini.
Ku hampiri Joel, duduk disampingnya sambil menatap keindahan puncak Merbabu. Pos Tekelan ini terlihat begitu menyatu dengan alam, hanya angin semilir pegunungan yang semakin membalut tubuh kami dengan dingin yang membekukan.
"Haus non ??" tanya Joel perlahan.
"Nggak cuma haus nich, kekeringan ! persediaan air gue tinggal seteguk. Payah dech !" Joel tertawa, menyodorkan ransel nya ke arahku.
"Nich ... ambil !" Ooouuww ... ini tas apa toko nich ! ku lihat di dalam ransel itu penuh dengan makanan. Mulai dari berat ampai yang paling ringan, "wah ... wah ... mo jualan nie ?"
"Halahhhh ... lagak loe, macam gue nggak tahu aja sie ! jgn sungkan2 ambil aja dech !" Ku luruskan kaki ku, penat juga yach ... udah lama banget nggak pernah jalan jauh. Di sudut jalan setapak itu ku lihat Rani sedang cepret sana cepret sini, dia asyik mengabadikan pemandangan indah di lereng gunung Merbabu.

Senja mulai beranjak pergi, malam mulai menyelimuti dan ini waktunya menjalankan ekspedisi. Seno cs sudah mulai bersiap siap. Aku dan Joel serta Rani pun sudah bersiap menunggu instruksi selanjutnya.
"Key ... sudah waktunya kita mulai pendakian. Mari kita berdo'a dulu sebelum melanjutkan perjalanan, dan gue minta kita bertujuh selalu bersama jangan pernah berpencar terlalu jauh. Gue nggak mau ada salah satu diantara kita yang terpisah dari rombongan dan gue minta kerjasamanya. Semoga sebelum fajar kita sudah sampai di puncak. Berdo'a mulai ...!" Terdengar alunan do'a dari bibir kami, tanpa sadar jemari kami saling bertautan membentuk lingkaran. "Ya Allah, lindungilah kami dan tuntunlah kami selama pendakian ini. Amien"
"Satu lagi, tolong jaga bicara kalian. Di sini ada keyakinan selama melakukan pendakian kita dilarang mengeluh, hindari kata kata kotor, perbuatan mesum, melamun, buang air besar atau kencing di tempat2 yang dikeramatkan. Jadi percaya atau tidak, sebaiknya sebagai pendatang kita hormati kepercayaan itu." Seno memberi ceramah singkat kemudian membuka peta, meneliti setiap jalur akan kami lewati dan beberapa saat kemudian ...
"Bismillahirrohmanirrohim ... ayo kita berangkat. Jangan lupa perlengkapan kalian !" Keluar dari Pos Tekelan, kami disambut angin yang bertiup kencang, dingin semakin membalut tulang. Namun di atas angkasa sana pijar bintang menghiasi malam dengan indahnya. Dan bulan itu bersinar indah ... untunglah malam ini bulan purnama. Cahaya nya akan membantu kami dalam perjalan menuju pucak Merbabu. Kami melewati daerah Pereng Putih, jalannya sangat terjal, sehingga kami harus sangat berhati - hati. Kemudian kami pun melewati sungai yang kering, dari tempat ini kami melihat pemandangan yang sangat indah. Dibawah sana terlihat kerlap kerlip lampu kota Salatiga. Seperti kunang - kunang ... Dari Pos I Dalan Tengah kami melanjutkan pendakian ke arah Pos II, jalur ini banyak melewati pohon cemara jarum dan pohon dengan daun-daun kecil seperti putri malu. Pos II juga merupakan belokan jalan dengan lapangan sempit. Melewati Pos II menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Didepan sana telah terihat bayangan gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Perlahan tapi pasti kami mulai merambah jalan, menyibak semak belukar. Berjalan naik turun, saling membantu ketika kami harus menaiki bukit bukit terjal. Di gunung Pertapaan terdapat sebuah batu yang dijadikan tempat berlindung, batu itu bernama Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib. Dan Watu Gubug termasuk tempat yang sangat dikeramatkan. Disini kita dilarang melakukan larangan yang menjadi kepercayaan penduduk desa karena bila dilanggar maka akan terjadi petaka. Aku lihat Joel sedang menolong Rani yang sudah terlihat kepayahan. Sesekali bibir Rani terlihat bergetar hebat.
"Kita istirahat dulu ...!" Aku berbisik ke arah Seno. Seno tersenyum, meraih tanganku dan ...
"Napa Ve capek ??" Aku berdesis, merapatkan jaketku ke tubuh. Seno menyentuh pipiku, jemarinya terasa kasar karena terbalut sarung tangan. Aku sedikit terpaku ... aneh, nggak biasanya nich. Ada getaran yang tak kutahu darimana datangnya, tiba - tiba hadir membuat aku tersentak kaget.
"Sen .. lihat Rani tyuhh, kasian !" Seno mengalihkan pandangannya.
"Can ... tolong bilang ke anak2 kita rest dulu !" Kami berlindung di Watu gubug, berlindung dari sapuan angin yang terasa semakin kencang.
"Apakah akan ada badai " bisikku pelan.
"Semoga tidak Ve, perjalanan masih panjang !!" Seno menatap dikejauhan, yang terlihat hanyalah kegelapan. Hanya bayangan pohon2 pinus dan semak belukar yang tertimpa cahaya bulan. Dan langit itu terlihat begitu indah, seakan bulan dan bintang itu bersendawa dan bercanda. Bintang ... indah, namun tak akan indah bila jatuh dalam genggaman.

Mendekati pos IV kami mendaki Gn. Watu Tulis dan `jalur mulai agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio. Rani terlihat semakin payah, tubuhnya semakin limbung tak mampu menahan berat tubuhnya.
"Joel ... gimana Rani ?"
"Taux Ve, badannya demam ..." Aku mendekat, ku sentuh kening Rani.
"Ran ... loe bisa, dan loe harus bisa Ran. Kita udah hampir sampe di pos IV."
"Esssstttt ... erghh ... erghh ... gue nggak tahu. Tubuhku semakin panas rasanya, namun kedua kaki dan tanganku serasa membeku !" Ucap Rani setengah mengigil. Rani mengusap kedua tangannya, seakan ingin mendapatkan hawa hangat dari sarung tangan yang dipakainya.
"Ran loe haus ??" Acan mendekati kami, menatap Rani dengan tatapan yang tak kumengerti. Tak ku lihat lagi pancaran kebencian di sana. Aku tidak tahu ada apa diantara mereka berdua. Rani menggeleng pelan ...
"Joel, biar gue aja yang menjaga Rani. Kasihan, loe pasti capek ...!" Joel tersenyum mengiyakan tawaran dari Acan. Perjalanan dilanjutkan dengan begitu banyaknya semak semak yang menghalang di jalan serta kondisi jalan yang terjal, membuat kami harus berhati - hati. Dan Pos IV ternyata merupakan lahan yang sangat luas. Di pos ini kami beristirahat, sedikit mengendurkan otot yang terasa tegang karena menaiki jalur yang curam dan terjal. Acan terlihat kewalahan menopang tubuh Rani yang lemah tidak bertenaga. Acan membaringkan tubuh Rani ... serentak kami, aku, Joel dan Seno berlari mencoba membantu Acan.
"Kenapa ? Rani kenapa Can ?"
"Gue nggak tahu ... tadi dia sempat muntah - muntah. Wajahnya sangat pucat ... !" Acan terlihat begitu gugup, ada kecemasan yang tertahan dari ucapannya. Dengan bias cahaya bulan, wajah Rani terlihat benar - benar pucat. Tubuhnya mengigil hebat padahal ketika kusentuh tubuhnya terasa panas. Aku tak tahu apa yang terjadi pada Rani, hanya dengan insting, ku ambil Minyak Kayu putih dari dalam ranselku. Aku hanya berharap dengan ini aku bisa membuatnya sedikit lebih nyaman. Sarung tangan kulepaskan, ku raih jemari Rani. Aku oleskan di kedua telapak tangannya. Dan Seno, Acan, Agus dan Indra membentuk lingkaran disekeliling kami menjadi benteng penahan hembusan angin yang semakin kencang. Joel mengusap dan meremas jemari kaki Rani. Beberapa saat kemudian aku lihat Rani membuka matanya, ku ambil sebutir kapsul pereda demam dari ranselku. Aku meminta Rani untuk meminumnya dgn seteguk air. Kami akhirnya beristirahat di Pos IV, sambil menunggu kondisi Rani sedikit membaik.


Akhirnya perjalanan ke Pos V kami mulai, jalur mulai menurun dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Dengan perlahan kami mulai menyibak kegelapan malam. Seno berjalan paling depan diikuti Indra yang sesekali dengan senternya meneliti arah dan jalur menuju pos V, kudengar mereka berbisik - bisik membahas suatu hal yang tidak aku pahami. Dibawah sana terlihat kawah Condrodimuko. Aku dan Joel membimbing Rani, Acan dan Agus berjalan paling belakang dan sesekali aku mendengar mereka tertawa lirih. Ku dengar suara gemericik air, entahlah ... walau dingin serasa menusuk tulang namun aku begitu ingin merendam dua kakiku ke dalam air, merasakan otot otot di seluruh tapak kakiku merengang merasakan kebebasan. Sayangnya hal itu tak mungkin ku lakukan. Tiba - tiba kepalaku terasa pusing, rasa pusing yang benar - benar terasa mencengkeram. Duch ... seharian ini aku lupa minum obat, hal ini sudah sangat sering aku alami. Mungkin aku harus pasrah menerima semua kenyataan dan takdir hidupku.
"Ve ... kenapa ? pusing ?" Joel mendekatiku dan menyentuh pundakku.
"Essshhh ... gue nggak tahu ..." Aku hanya mampu meremas rambutku, tidak kuasa dalam deraan rasa sakit yang menerjang kepalaku. Beberapa detik kemudian aku merasa limbung dan ....
"Joel ... Joel ... Ve Joel " Rani berteriak histeris ketika melihat aku ambruk tak sadarkan diri. Joel dengan sigap menangkap tubuhku sebelum terjatuh ke tanah.

Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan, hanya saja ketika aku tersadar aku melihat wajah - wajah cemas mengelilingiku. "Gue ... kenapa ? kalian ... !" Joel menahan tubuhku saat aku berusaha bangkit untuk duduk.
"Ve ... tenang Ve ... !" Sadar ... mereka telah melihatku dalam kondisi yang paling tidak aku inginkan, rahasia yang tak ada seorangpun yang tahu kecuali kedua orang tuaku. Ku tutup wajahku dengan kedua telapak tanganku, aku tahu gelapnya malam akan menyamarkan sebagian rona wajahku. Aku tak ingin mereka melihat wajah pucat pias dan bibir gemetar di depan mereka. Dengan tekad tak ingin dikasihani mereka aku mencoba berdiri, tertawa se riang dan sesehat mungkin di hadapan mereka.
"Joel, gue nggak pa pa koq !" Ku rengangkan tubuhku, ku tegakkan tubuhku dihadapan mereka dan ... tatapan mata itu menatapku dengan tidak percaya.
"Ve, kita istirahat dulu aja. Toh ... puncak tinggal selangkah lagi !" Seno menatapku dengan tajam seakan akan ingin menyakinkan dirinya sendiri bahwa aku baik2 saja.
"Nggak ... gue nggak pa pa koq. Key ... lihat aja nich !" Seno mendekatiku, ketika kulihat jemari itu bergerak menyentuh keningku dengan lembut aku berusaha menepisnya. Aku tak ingin dia tahu kondisiku yang sebenarnya.

Akhirnya perjalanan dilanjutkan. Bulan masih terang menghiasi malam, cahayanya membentuk bulatan di angkasa yang disekelilingnya di penuhi binar bintang. Jalan mulai menanjak, sangat terjal dan terlihat jurang disisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan, mungkin karena kondisi jalannya yang sangat curam, lengah sedikit nyawa taruhannya. Aku berjalan beriringan dengan Joel dan Seno. Rani berjalan dengan dibimbing Acan sedangkan Agus dan Indra berjalan di depan menepis setiap semak belukar. Angin berdesir, membawa hawa dingin yang semakin membekukan. Ku lihat dibawah sana yang terlihat hanyalah kabut tipis yang menyelimuti alam. Jalan terasa semakin menyempit dan terjal. Tiba - tiba kulihat Joel memberi kode untuk berhenti.
"Ve, temenin gue dong !" Joel berbisik ke arahku sambil melangkah menjauhi rombongan. "Kemana Joel ?? hei ... jalannya pelan - pelan dong !"
"Gue nggak tahan nie, awass jgn ada yang ngintip !" Joel berlari kecil ke arah semak, aku mengikutinya dari belakang namun tiba - tiba ... aku melihat Joel terpeleset dan ....
"Veeeee .... !!!!" aku hanya mendengar teriakannya yang menyebut namaku. Dengan histeris aku berteriak panik ...
"Joel ... Joelly .... !!! Tolongggg !!!" Teriakanku memecah keheningan malam. Ku lihat dibawah sana yang ada hanya kegelapan. Jurang ini terlalu dalam dan curam. Dengan cahaya senter aku hanya bisa melihat kegelapan di bawah sana.
"Joelllll ..... !!!"
"Vee ... tolong Ve ... !!!" Aku panik, semakin panik ketika aku mendengar suara Joel tapi aku tidak melihat sosoknya.
"Ke kiri Ve ... tolonggg gue nggak kuat lagi !" Ku arahkan senter ke dalam jurang ke arah kiri yang dimaksud Joel. Ku lihat dalam kedalam 1 meter aku melihat dia berpegangan pada akar pohon. Dengan bergegas aku mengulurkan tanganku
"Joell ...!!! raih tanganku ! gue tahu loe bisa meraihnya !!" Dengan tengkurap diatas tanah aku mengulurkan tanganku berharap dia bisa meraihnya. Berkali - kali Joel berusaha meraih jemariku dan ... akhirnya tangan kami bertemu dan bertautan. Aku berusaha menariknya ... dengan sekuat tenaga aku berusaha menariknya dari dalam jurang. Hanya sayang ... berat badanku tak kuat menahannya dan yang terjadi adalah ... ku rasakan tubuhku meluncur dan melayang ke udara. Aku tidak sempat berteriak, yang kudengar adalah teriakan Joel yang semakin histeris memanggil namaku. Dan setelah itu aku tidak tahu apapun ...

Hari pertama ...
Inilah hidup ... hidup yang tak dapat ditebak jalan ceritanya, hidup yang tak kan lama lagi kuhinggapi. Hidup yang selama setahun terakhir ini kuperjuangkan, takut ... terkadang ada ketakutan yang menganggu hati dan fikiranku. Takut ... ketika tiba tiba jantungku berhenti berdetak, nafasku berhenti berhembus takut ... ketika saat itu datang aku belum siap, takut ... aku belum bisa memberi apapun kepada kedua orang tua. Aku merasakan dingin disekujur tubuhku, merasakan sakit dan kaku diseluruh persendianku. Aku berusaha bangkit, namun tubuhku tak mampu ku gerakan. Ku lihat sekelilingku dan yang kulihat hanyalah semak belukar, pohon - pohon tinggi yang menjulang mengelilingi seperti pagar. Matahari terlihat mengintip di balik awan, cahaya nya demikian redup hingga tak bisa kurasakan hangat sinar nya. Sepi ... sunyi ... tak ada siapapun, teman - temanku, Joelly, Rani, Seno, Acan, Indra dan Agus. 'Kemana mereka ...' bisikku. Kemudian sekilas bayangan muncul di benakku, terakhir kali aku melihat Joelly dan ... ya Tuhan ... dimana aku sekarang ?? di dasar jurang ??? bukan ... aku hanya tersangkut diantara batang pohon yang tumbuh di dinding - dinding jurang. Dibawah sana yang terlihat hanyalah rimbunnya pepohonan, tanpa kutahu tanah tempat berpijak. Tersentak dengan kenyataan yang kuhadapi, aku berusaha mencari Ransel yang selama perjalanan melekat di punggungku. Aku masih hidup ... aku masih hidup ... dan ... Terpaku dengan kenyataan ini, seperti ada godam baja yang menghantam jantungku. Aku hidup tapi setengah hidup ... dan setengah itupun bukan 50% lagi mungkin tinggal 20% karena yang 30% tergantung pada keajaiban Mu ... Air mata tak mampu kubendung, ada kepedihan namun ... entah mengapa aku merasa damai di antara pelukan alam. Mungkin ini adalah tempat terbaik untuk menutup mata, mungkin ini tempat yang akan menemaniku melewati sisa hidupku.
Aku berusaha bangkit, namun kedua kakiku sangat sulit untuk aku gerakan. Aku berharap ini hanyalah sementara, aku harus bisa berdiri ... aku tak ingin mati karena kelaparan, tak ingin mati karena kedinginan atau hal apapun ... aku harus bisa menaklukan alam walaupun aku tak sanggup membunuh penyakit yang mengambil separuh dari kehidupan yang seharusnya bisa kujalani. Dengan tertatih aku berusaha bangkit, mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutku. Tiba - tiba kulihat ranselku tersangkut diantara semak belukar, dengan semangat 45 aku berusaha meraihnya. Kakiku terasa sakit, aku tidak berani terlalu banyak bergerak. Dengan ranting kering yang tergeletak tak jauh dari tempatku aku berusaha meraih ransel itu. Seperti ini rasanya perjuangan, perjuangan tuk mempertahankan hidup. Seperti kedua orang tuaku yang berusaha dengan sekuat tenaga memperpanjang usiaku, usia yang sebenarnya sudah ditentukan sang Maha Kuasa. Aku tahu mereka menginginkan yang terbaik untukku, hingga semua cara mereka lalukan untuk kesembuhanku. Akhirnya ransel itu dapat kuraih, ku cari handphone ku, berharap aku bisa berkomunikasi dengan Joelly. Namun ... aku hanya menemukan sebotol minuman, Peta penunjuk jalan yang diberikan Seno sebelum berangkat pendakian, Seutas tali karmantel, kompas dan sebuah pisau kecil didalamnya.

Ada kelegaan yang menghampiri, setidaknya aku bisa berusaha naik ke atas atau mencari jalan keluar dari sini. Atau ... aku tetap berdiam diri menunggu mereka menemukanku disini dalam keadaan tak bernyawa ? Ku buka peta itu ... aku berusaha mengingat - ingat semua jalur dan jalaa setapak yang pernah ku lalui. Namun hal pertama yang harus ku lakukan adalah keluar dari jurang ini. Namun melihat medan yang harus ku lalui ... aku harus berfikir 10 kali lipat, apalagi dengan kondisi kedua kaki yang tak mampu ku gerakan. Dengan perlahan aku berusaha menggerakan kedua kakiku, aku berharap tidak parah kondisinya.

Hari kedua ....
Ku tatap ketinggian tebing yang mengelilingku, selama ini aku terbiasa memanjat tebing walaupun aku belum mencapai tingkat Lead Climbing paling tidak aku sudah memiliki bekal pengetahuan tentang cara melakukan pendakian. Dan aku tidak memiliki pilihan, pilihanku hanya satu hidup dengan berusaha naik ke atas atau mati didalam jurang ini tanpa satu orang pun yang tahu. Aku tidak ingin mati konyol, setidaknya jika aku harus pergi aku ingin dikelilingi orang - orang yang aku sayangi. Tak ada jalan lain, aku harus mendaki dinding tebing ini dengan tali dan .... aku teringat sesuatu, aku tidak mungkin naik keatas dan membebankan tubuhku pada tali tanpa ada yang bisa menahan berat tubuhku. Anchor ... dengan tergesa, aku mengeledah ranselku kembali, berharap benda itu ada terselip entah di bagian mana dalam ranselku. Dan ... hampir saja aku berteriak tak kuasa menahan emosi, ketika aku menemukan sebuah anchor didalam ranselku. Walaupun tak ada belayer, paling tidak dengan adanya anchor aku nyakin mampu naik ke atas. Kemarin ... walau dengan merangkak, aku sudah bisa melihat dan menebak seperti apa medan yang akan aku hadapi. Dan hari ini aku ingin segera terbebas dari kegelapan jurang ini. Kedua kaki sudah lumayan membaik, matahari masih bersinar terang walau aku tidak tahu jam berapa saat ini. Tak lagi kuhiraukan rasa sakit dipunggung dan sekujur tubuhku. Aku tak lagi bisa merasakan rasa lapar ataupun dahaga. Aku tak perduli walau tubuh lemah tak bertenaga. Ku buat tali simpul figure of eight atau overhand knot di anchor, ku ikat erat agar bisa menahan beban tubuhku. Dengan tertatih aku berusaha bangkit dan melemparkan Ancor itu setinggi mungkin agar bisa menancap pada batang pohon yang kulihat menyembul di dinding jurang diatas sana. Ransel ku bawa dipunggung dan ujung tali yang lain aku ikatkan ke tubuhku dan melingkar dipunggungku. Aku mencoba menguji kekuatan tali itu dengan berat tubuhku. Dan aku mulai mendaki, perlahan tapi pasti aku berusaha mencari pegangan pada akar akar pohon dan mencari tempat pijakan kaki pada setiap dinding jurang agar berat tubuhku tidak terlalu memberati Anchor yang menahan berat tubuhku. Kurasakan tubuhku begitu ringan, ini bukan latihan yang sering aku lakukan dengan teman - temanku. Tapi ini adalah perjuangan untuk hidup dan matiku. Tak terasa mentari semakin redup, senja mulai datang dan ini adalah malam ketiga aku berada di dalam jurang. Tubuhku masih terikat dengan tali, tanganku terasa panas karena bergesekan dengan tali untuk menahan berat tubuhku. Kedua kakiku terasa semakin linu, dan dingin semakin merambat. Aku harus mampu mencapai batang pohon dimana anchor itu menancap. Tak kurasakan pusing dikepalaku, tak ku rasakan sakit di punggung dan kakiku aku hanya berharap bisa mencapai batang itu dan sedikit beristirahat disana. Ada sedikit lekukan tanah di batang pohon itu, dan malam ini aku akan tidur diatasnya tanpa makanan atau minuman. Aku hanya berharap esok pagi ada sisa embun yang bisa menghilangkan dahagaku kini.

Hari Ketiga ...
Aku tak bisa melakukan apapun, tubuhku terasa menggigil. Kurasakan panas dan dingin menyergapku tanpa ampun. Tuhan ... andai kau ingin mengambilku mungkin ini adalah saatnya. Aku tak mampu lagi melakukannya, pasrah ... kupasrahkan segala nya. Tak ada harapan lagi, kepalaku semakin tak mampu kutahan. Rasa sakit ini melebihi rasa sakit yang pernah ku alami. Tubuhku bergetar hebat. Jeans ku sudah tidak seperti jeans lagi, robek disana sini. Jaketpun tak lagi bisa melindungiku dari udara pegunungan. Dan aku hanya mampu tergeletak tanpa daya.

Hari Ke empat ...
Sayup - sayup aku mendengar teriakan seseorang memanggil namaku. Aku tak bisa bergerak, aku sudah tidak memiliki tenaga lagi. Dan akupun tak tahu ini siang atau malam. Antara sadar dan tidak suara itupun terasa semakin dekat dengan tempatku. Aku ingin berteriak meminta pertolongan namun bibirku tak mampu bersuara. Yang kurasakan hanyalah rasa panas yang mengalir di pipiku. Ya Allah ... aku menangis, menangisi ketidak berdayaanku, ketidak mampuanku keluar dari jurang ini. "Veee ..... Vera ... !!! jawab gue Ve .... !!!"
"Joelll ..... Joel .... !!!" Tak ada yang bisa mendengar teriakanku. Suaraku hanya tersumbat di tenggorokan, tak mampu keluar. Aku hanya berharap semoga mereka menemukanku. Ya Allah jika aku boleh meminta, aku hanya ingin Kau beri aku kesempatan untuk membalas semua cinta dan kasih sayang mereka padaku. Aku hanya berharap masih ada hari esok untukku ...

Selasa, 01 September 2009

Hanya satu kata

"KANGEN" itu satu kata
Yang bagi mereka hanya sekedar pemanis rasa
Tanpa makna ...
Tanpa asa dan hanya kata

"CINTA" satu kata
Namun terkadang hanyalah penghias mimpi
Tak berwujud ...
Ber asa namun terkadang penuh luka

"SAYANG" satu kata
Tapi terkadang itu hanya sekedar ucapan
Tanpa hati ...
Dan hanya sebatas kata

Hanya satu kata yang terwujud hanya dalam kata
Pergi kemanapun, bila hatimu inginkan disini
Sama saja Kau tak pernah pergi kemanapun
Tetap saja Roh hati dan jiwamu terdiam disini bersamaku

Bawa setiap khayalan semu
Bergantilah dengan satu realita baru
Hiasilah seperti apapun yang kau mampu
Kan terterima segala nya dgn keikhlasan jiwaku

Rabu, 26 Agustus 2009

Jangan pernah putus asa ...

Allah SWT berfirman,
"Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir." (Yusuf: 87)


Terkadang aku berfikir "mampukah aku menjalani dan melewati setiap cobaan ini ?" Ketika raga tak lagi kuasa dalam deraan ketidak mampuan. Ketika rasa tiada lagi sanggup menahan setiap kepiluan dan ketika otak dan fikiran tak lagi menyanggupi tuk mencari penyelesaian. Dimana dapat ditemui sebuah jalan yang lapang. Dan yang mampu dilakukan hanyalah ... menangis dalam ketidak berdayaan. Bibir berbisik "aku tak mampu lagi, ya Allah ... selalu kucoba yakinkan bahwa Engkau tak akan memberi ujian yang melebihi kekuatan dan kemampuan ku. Tapi lihatlah ... tak ada yang bisa menolongku selain Engkau, tak ada ..." Tangis ini siapa yang memahami, luka dan ketidak berdayaan ini siapa yang bisa mengerti. Saat yang terlihat dimana mata memandang adalah kesenangan mereka belaka.

Yach ... berputusa asa memang dilarang dalam Islam. Namun siapa yang bisa menjauhinya ketika dirasa beban hidup begitu menumpuk. Setiap satu masalah terselesaikan muncullah masalah yang lain. Ketika satu hal telah terpenuhi maka muncullah lagi hal yang lain dan terkadang hal itu atau masalah itu jauh lebih besar dan sulit dari sebelumnya. Bagaimana kita bisa menjaga diri dari sikap dan perbuatan berputus asa itu ?. Dalam keputus asaan seseorang bisa melakukan hal yang teramat bodoh, karena disaat itu mereka tak lagi bisa memikirkan hal lain selain masalah yang membuat mereka serasa tak mampu hidup lagi. Mereka tak lagi bisa berfikir jernih, mereka hanya menuruti bisikan setan yang mereka rasa adalah hal yang benar. Hingga terkadang muncullah satu ide diotak mereka untuk mengakhiri hidup dengan jalan bunuh diri. Ataupun banyak juga orang yang tak mampu menahan beban hidup itu hingga menjadi stres dan gila.

Ada satu hadist yang di riwayatkan dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a., bahwa ada seorang lelaki yang berkata: "Wahai Rasulullah, apa itu dosa besar?" Rasulullah saw. menjawab (artinya), 'Syirik kepada Allah, pesimis terhadap karunia Allah, dan berputus asa dari rahmat Allah'." (Hasan, HR Al-Bazzar [106/lihat Kasyful Atsaar], Thabrani dalam Al-Kabiir [8783, 8784 dan 8785], dan 'Abdurrazaq [19701]). Salah satu sifat Allah adalah Rahmah (kasih sayang) berdasarkan ketetapan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Pengaruh sifat ini dapat terlihat jelas di alam semesta, khususnya pada makhluk hidup. Nikmat dan karunia-Nya merupakan bukti keberadaan rahmat Allah yang Mahasempurna dan Mahaluas. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu dan menaungi semua makhluk. Tidak ada satu pun di alam semesta ini kecuali mendapat siraman rahmat Allah SWT.

Allah 'Azza wa jalla berfirman tentang para Malaikat pengangkat 'Arsy dan Malaikat-malaikat yang berada di sekelilingnya, "Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan peliharalah mereka dari siksaan Neraka yang menyala-menyala." (Al-Mukmin: 7).

Allah SWT berfirman, "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (Al-A'raaf: 156).

Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda, "Sekiranya hamba Mukmin tahu siksa yang Allah siapkan di sisi-Nya, tentu tidak ada seorang pun yang berharap (optimis) bisa masuk Surga. Sekiranya orang kafir tahu rahmat yang Allah siapkan di sisi-Nya, tentu tidak seorang pun yang berputus asa (pesimis) masuk Surga-Nya."

Oleh sebab itu, berputus asa dari rahmat Allah SWT merupakan sifat orang-orang sesat dan pesimis terhadap karunia-Nya merupakan sifat orang-orang kafir. Karena mereka tidak mengetahui keluasan rahmat Rabbul 'Aalamiin. Siapa saja yang jatuh dalam perbuatan terlarang ini berarti ia telah memiliki sifat yang sama dengan mereka, laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Sabtu, 25 Juli 2009

About Him


I met him accidentally, in a friend's birthday party. I saw the first face, he was indifferent. There is not one thing special there. But somehow, I just keep the word heart. When he invites me up, I held. He called Dhaffi, ehmm ... he is quite unique and funny. And I am aware of only a few hours he is able to attract many people to draw on. Despite only just want to hear funny stories from it or with him.


And one night I was able to change into a form I can not understand. I changed into someone different. During this time I only live in my world. There is no one who can enter and touched. I feel isolated in the world that I create. I have many friends or a friend. However, during this they are only capable touched from the outside only, they can never took me out of the world.

The meeting is to continue meeting the next meeting without me realize always happens between me and him. And without him the more I realize far I go in life. And he .... how can I say with words as each letter is not able to translate my feelings. But one that I know with just remember, I am able to laugh. And honestly ... sometimes without me I know my exit from the world.

I never want to lose him. also as any, I just want to be a friend for him. And I wish he was a friend for me. Because this is the first time that I find someone like him. I can only tell him about all my problems. The problem is that I can not describe to other people, whoever that.


Rabu, 01 Juli 2009

1 Juli 2009

Beast ...
Senja menggantung di ufuk barat, kulihat warna kuning keemasan itu mulai menebar disudut cakrawala. Dan pasti dengan perlahan akan berganti dengan warna jingga, terpekur ku disini menatap bayangan awan yang membentuk berbagai bentuk binatang dan makhluk - makhluk alam. Melukiskan setiap keadaan di bumi. Angin berdesir ... tak mampu mengusikku dalam diam. Layaknya sang Dewi yang bersemadi, mencari petunjuk untuk segala keresahan hati. Ehmmm .... kuabaikan segala hal yang mengusikku, tak kuhiraukan dingin yang semakin mencengkeram tubuhku dan tak kudengarkan suara ombak dipantai yang bersahutan memanggil namaku. Aku diam .... diam dan diam. Terpaku oleh sesuatu yang tak kupahami, kala diatas langit itu kutemukan wajahnya tersenyum menatapku. Illusiku kah ini ? atau ... ini adalah wujud dari segala kerinduan yang selalu menyesakan dadaku.

Beast ...
Sunyi melingkupiku bagai jala sutra yang membelit tubuhku, membuat aku tak bisa bernafas, sesak dan penuh emosi. Kala kurasakan hati ini selalu memanggilnya, kala kepenatan tubuh ini selalu mengkhianatiku, selalu tiada lelah menunggunya di batas waktu.
Lihatlah .... garis cakrawala itu, seakan ingin menegaskan padaku. Bahwa segalanya akan sampai pada batasnya, entah jiwa, rasa ataupun keyakinanku. Tidak Beast ... biarlah garis cakrawala itu memisahkan setiap belahan dunia yang lain, namun dia tiada mampu memisahkan setiap belahan jiwa dengan belahan jiwa. Bukankah garis tangan dan takdir bicara .... bahwa setiap orang kan diciptakan dengan pasangannya. Agar tiada yang dinamakan kesepian, keraguan dan kebimbangan. Karena setiap pasangan itu diciptakan dari tulang rusuk pasangannya.
Harapku ... tiada kata terlambat untukku, tiada pintu tertutup kala segalanya terlambat kusadari. Inginku selalu ada jalan untuk kembali ...

Beast ...
Senja semakin memerah, mentari itu sudah mulai bersembunyi dibalik mega. Warna berganti, karena malam akan menggantikan pagi. Andai semua bisa dengan mudah berganti, rasanya hati ini tak kan selalu dirundung sunyi. Tapi dia bagiku bukanlah siang dan malam, bukan terang dan gelap, bukan tawa dan tangis tapi .... dia adalah seluruh warna di hidupku. Hingga akan sulit bagiku melupakannya dan menggantinya dengan yang lain. Tak akan ada yang seperti dia, tak akan ada yang melebihi dia, dan tak akan pernah ada yang bisa menggantikannya. Dia tetap lah satu, satu - satunya warna dihidupku. Bukan sekedar merah, kuning dan hijau dilangit yang biru ataupun hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru. Tak ingin seperti balon, yang indah bila telah diisi udara, tak lagi menarik kala mengempes dan membuat kaget kala meletus. Dia Beast ... orang yang ku cari.

Dimana pun dia berada, suatu ketika dia akan hadir di sini. Bersamaku merangkai setiap mimpi. Ehmm ..... do'aku "Impian ini tak hanya illusi, harapan ini tak sekedar harapan semu dan Asa ini akan tetap terwujud dalam realitaku, iringi aku dengan do'amu, amini aku dengan ketulusanmu dan jaga aku dengan kasihmu", hanya itu pintaku.

Beast ...
Malam mulai merayap, kusudahi segala kata ini. Kan kutentramkan hati dengan membasuhnya dengan air suci. Suara Adzan itu telah memintaku tuk menghadap pada Nya, kan kupenuhi segala panggilan jiwa. Disana kan kurebahkan segala keresahan ini, kan kuadukan kerinduan dan perihnya rasa ini, kan ku pintakan dengan do'a tulus hati. Agar setiap jalan ini kan membawaku tuk menemukannya diujung persimpangan jalan itu. Agar aku tak kan salah melangkah dan tak kan salah menautkan hati. "Ya Allah .... jodohkanlah aku dengan dia, satu sosok yang memang Kau ciptakan untukku. Tautkan hati kami dengan cinta Mu, Ikatkan jalinan ini dengan Ridho Mu. Tuntun jalan kami tuk bertemu di dalam Jalan Mu, yang memang Engkau berkahi untuk kami. Selalu..." Amien .

Tergapailah dalam rengkuhanku
Bersinarlah dalam genggamanku
Jangan pernah mati hanya untuk aku
Hiduplah selalu dengan sinar cintaku

Senin, 15 Juni 2009

Hatiku hatimu

Malam hadir bawa sepi
Sunyi terasa mencekam membalut hati
Ku raih setiap detik mimpi
Menatapmu dibatas illusi

Perih serasa menusuk kalbu ...
Tak berdaya ...
Walau ada seribu ingin meraihmu
Merengkuhmu tuk jadikan miliku

Sayup sayup ku dengar engkau memanggil namaku
Menghadirkan getar dihatiku
Menyiksaku dalam ketidak berdayaan diri
Dan debar jantung ini, tak mampu kupungkiri

Kau masih ada disana
Bersemayam di hatiku untuk selamanya
Walau kita tak mungkin bersatu
Biarlah hati kita saling bercumbu

Tanyalah pada sang rembulan
Apa kata hatiku ...
Tanyalah pada sang bintang
Rindu ini hanya untukmu

Dan tanyakan pada hatimu
Masih sayangkah kau padaku
Satu yang ku tahu ....
Hatiku hanya sayang padamu



Jumat, 12 Juni 2009

Ketika Cinta Harus Pergi




Senja bergulir, merangkak melewati waktu. Detik demi detik telah terlampaui, menit demi menitpun telah terlewati. Angin berdesir, mempermainkan wajahku. Ku tatap sendu batas cakrawala. Segaris tipis yang memisahkan belahan bumi yang lain, serasa seperti setebal tembok cina yang menghalangi setiap rasa yang ada dihatiku. Aku mendesah lembut, seakan ingin melepaskan beban dihatiku, menghempaskan belitan pedih yang selama ini menguasaiku. Suasanapun semakin hening, dibalut hembusan angin yang serasa memeluk tubuhku, menemaniku menyaksikan keajaiban alam yang tengah terpapar dihadapanku.
“Tak ada lagi yang perlu disesali, tak ada lagi yang mesti ku tangisi. Pergi dan berlalulah, seperti embun pagi.” Aku telah melepasnya, 2 tahun yang lalu kuiringi kepergiannya dengan senyum. Dan aku berharap, suatu ketika dia kembali untukku, utuh dengan semua hati dan cinta yang pernah terjalin diantara hatiku dan hatinya.

Siang itu, diantara keramaian bandara Adi Sucipto aku berlari mengejar waktu. Ada ketakutan mewarnai hatiku, takut bahwa dia telah pergi tanpa ucap satu katapun padaku. Achhh, mengapa mesti ku pentingkan kegiatan kampus ? padahal hari ini dia akan pergi jauh ke negeri orang, hari ini adalah hari terakhir aku bisa melihatnya. Dia … Bima, Bima ku seseorang yang selama ini selalu menghiasi dan mewarnai hari – hariku. Banyak tawa dan canda, begitu banyak kenangan yang terangkum diantara kami. Dan hari ini, aku harus rela melepasnya untuk pergi ke negeri Paman Sam untuk waktu yang cukup lama. Dia mengikuti program pertukaran pelajar dan wajar jika dia yang terpilih karena dia mahasiswa yang memiliki potensi yang luar biasa. Dengan nafas terengah – engah, aku menyibak setiap kerumunan orang, mata ku tak lepas – lepasnya melihat setiap wajah yang melintas di depanku. Serasa perih menusuk jantungku, kala tak kutemukan dia dimanapun jua. Lemas … tak kuasa ku redam detak jantungku, luka itu serasa membelengguku, dan air mata itu tanpa terasa menetes di pipiku.
“Khey …. !” sebuah suara mengusikku, DEG !!! jantungku berdentam. Serasa ada beribu gajah yang menderu dan berlari dalamnya. Ku palingkan wajahku, dan kudapati satu sosok yang menatapku, tersenyum manis menyambutku.
“Bima ... !!!” aku berlari dan memeluknya, seketika rasa pedih itu berlalu dan pergi dari hatiku.
“Kau ... ehmmm mencariku kah ?” Aku tertawa, tersipu dengan ucapannya.
“Emangnya sapa lagi yang aku cari. Aku takut, kau pergi tanpa melihatku ...” Jawabku sambil tertunduk malu. Bima tersenyum, meraih wajahku dan membingkainya dengan kedua tangannya dan menatap mataku lekat.
“Lihat aku, tatap mataku .... dan beritahu aku apa yang kau lihat disana ?” Aku menurutinya, menatap mata indah itu dan .... hatiku bergetar hebat. Duch .... bagaimana mungkin bisa kuragukan hati itu ? bagaimana mungkin aku bisa meragukan semua rasa yang dia miliki untukku ?
“Khey ... jawab pertanyaanku !”
“Maafkan aku Bim, please .... ! aku tahu salah jika aku meragukanmu, hanya saja .... setiap manusia tak tahu apa yang akan terjadi esok. Aku ingin melepasmu tanpa beban apapun, jadi semalaman aku berfikir tentang jalinan ini. Bim, jujur aku tak pernah ingin kehilanganmu baik sekarang atau esok nanti ....”
“Aku pergi hanya sementara Khey .... aku pasti kembali untukmu. Itu janjiku !!”
“Jangan berjanji Bim, karena bagiku janji itu seperti sebuah komitmen. Aku tak ingin mengikatmu dengan janji itu dan pergilah .... !” Ku tatap dia, mencoba memberi keyakinan padanya, bahwa aku akan selalu baik – baik saja tanpanya. Ku tahan setiap derai air mata, aku tak ingin dia melihat kepedihan di mataku. Aku hanya ingin esok, dia benar benar kan kembali padaku.
“Hanya satu pintaku, jagalah kejujuran diantara kita. Esok jika disana kau temukan satu sosok yang lebih baik dariku, lebih segalanya dariku dan kau mencintainya. Kau harus jujur padaku, bilang padaku tentang semua hal itu. Aku akan melepasmu tanpa rasa sakit. Begitupun denganku, aku janji apapun yang terjadi pada hatiku aku akan selalu jujur padamu. Kita awali hubungan ini dengan manis, dan jika kita harus berpisah itupun harus kita akhiri dengan manis.” Bima merengkuhku dalam pelukannya, dan berbisik ...
“Aku akan selalu jujur padamu. Aku janji ...” Aku, mampu kah menjalani hariku tanpamu ? ketika disetiap helaan nafasku hanya kau yang tersebut disana. Ku tatap kepergiannya, giris ku lihat lapisan demi lapisan yang memisahkan antara aku dan dia. Jarak, waktu dan naungan langitpun telah berbeda. Akankah rasa ini akan se abadi harapanku, akankah rasa mu disana kan selalu tetap miliku. Kala di setiap sela harimu, kau lalui bukan denganku. Tapi dengan sosok – sosok baru. Aku tak mungkin bisa bersaing dengan mereka. Aku .... Bim, maafkan aku karena sampai saat ini aku masih meragukanmu.

Awal hari – hariku tanpanya, memang sangat berbeda. Aku benar – benar lesu dan tak bergairah, dan aku benar – benar merindukannya. Disana sedang apakah dirinya ? bersama siapa ? sibuk apa ?. Dan aku benar benar benci diriku sendiri, karena tak bisa menahan hati. Mengapa mesti ku tanyakan ? padahal aku sangat menyadari bahwa setiap pertanyaan itu hanya akan melukai hatiku sendiri. Tak ada yang bisa menghilangkan kerinduan di hatiku selain SMS, Email dan chat dengannya. Untunglah .... teknologi di jaman sekarang sudah begitu canggih, hingga tanpa bertemu langsung dengannya pun aku bisa melihatnya, bercanda dan tertawa dengannya.
‘Malemm sweety ? lagi sibuk apaan nich ? ‘
‘Sibuk mikirin kamu, kangen nich !!’ Bima tertawa, malam ini dia terlihat begitu santai. Tak lagi kutemukan guratan kelelahan dan kepenatan di wajahnya. Dia begitu fresh !
‘Kangen juga sich. Dyuhh jangan ngambek dong !! tuch lihat, kalo ngambek bikin jemariku gatal pengen nyubit.’ Aku tertawa ....
‘Resehhh, cubit aja kalo bisa !’ Bima tertawa ….
‘Yachhh kalo sekarang mah emang nggak bisa, tunggu ntar malemm dech pas kamu bobo, aku cubittt biar tambah merah tuch pipi kamu !’
‘He .. he..he... emang bisa ??? lewat mimpi kah ?? mana berasa sie ... !” Bima tertawa, dia memonyongkan bibirnya sedemikian rupa, membuat aku tergelak. Tertawa melihat tingkah lucunya.
‘Hemm nggak pake cubitan dong, pake cium sayang mau ?’
‘????????’ balasku lucu ...
‘Loohh lupa ya, kamu kan dah kasih password ke aku, cara masuk ke dunia mimpi kamu kan ? jadi mudah aja bagiku masuk dan menyelinap disana. Memberi ciuman selamat malam, agar senantiasa membuatmu ingat bahwa aku selalu ada dimanapun kamu berada”
‘Yeee enak aja, nyuri – nyuri ciuman. Tapiii, menyenangkan sekali andai kamu memang selalu ada dimanapun aku berada. Bim, tugas banyak banget nich. Khey capek ngurus ini itu ... sendirian. Tau nggak, rasanya begitu melelahkan karena tak ada kamu yang selalu ngasih support ke aku. Aku kangen nggak cuma dengan canda tawamu, kangen dengan semua hal yang pernah kita lalui bersama’ Bima menatapku, menempelkan jari telunjuk dibibirnya.
‘Sayang .... sabar ya, ada waktunya kita untuk bersama dan ada waktunya pula kita terpisahkan jarak. Bukankah dari situ kita tahu akan kekuatan cinta ini ? jadi ... biarlah waktu dan jarak yang menjadi penguji atas kekuatan rasa ku dan rasamu.’
‘Yups, maaf ya Bim pasti dech aku mulai merajuk. Cerita dong ! .... bagaimana dengan hari – harimu disana ? adakah cewek yang bisa menggantikan ku disana ? pastinya disana ceweknya cantik – cantik ya ?’
‘Hayooo mulai jelous nie ???’ Aku sedikit merajuk, kala dia bilang aku cemburu. Yach, kuakui aku memang cemburu. Terkadang perasaan itu begitu menganggu, namun kadang kala akupun bisa memahami arti dan hakekat sebuah jalinan. Entah esok engkau jadi milikku ataupun tidak, semua itu adalah yang terbaik buat aku dan kamu. Jauhnya jarak ini, bedanya langit yang menaungi ku anggap itu hanyalah ujian. Mampu tidaknya kita melewatinya semua tergantung dari diri kita sendiri. Namun, terakhir kali ku lihat tatap matamu aku begitu yakin, bahwa kita memang ditakdirkan untuk bertemu, bersama dan selamanya. Ini halusinasiku atau kah karena begitu besarnya harapanku akan dirimu ?

“Hai non, ngelamun lagi ya ?” aku tersentak, tak menyadari akan hadirnya sosok lain yang duduk disampingku.
“Ehmm enggak ... lihat nich, aku lagi sibuk ngetik” Irfan tertawa, menatapku dengan penuh tanya.
“Ngetik apa ngelamun nie ?”
“Yeeee ... nggak percaya, ngetik koq. Cuman lagi buntu nich. Inspirasiku hilang entah kemana gara – gara kamu !”
“Lohh koq aku yang disalahin ? nggak makan siang non ?”
“Nggak, lagi malesss nich. Emang dilarang duduk di kantin kalo nggak pesen makanan ?”
“Wow ... jangan marah dong ! lagi nunggu Bima OL ya ?” Reflek aku tutup notebook didepanku. Dengan cemberut aku menatap Irfan yang tengah tertawa mengejekku.
“Apaan sich ?? enggak lageee. Ngapain nungguin dia !” Aku pura – pura asyik melihat keramaian kantin kampus siang itu. Entahlah .. aku tidak tertarik untuk berdesak – desakan diantara antrian itu, hanya untuk mencoba menu baru di kantin Bang Yous. Aku lebih suka duduk manis sambil menunggu pesanan es juice strawberry kesukaanku, dan asyik dengan notebook ku.
“Kheyla ...ada masalah ?” ku tatap Irfan di depanku, melihat wajah tampan yang pasang muka serius itu hatiku tergelitik untuk tertawa. Dia selalu ada, menemani tanpa kuminta. Entahlah ... kehadirannya kadang begitu mengangguku, namun terkadang membuat aku rindu.
“Ehmm Bima nggak OL ? mungkin dia kirim email ke kamu ? udah dicek non?”
“Please ... jangan ungkit Bima, okey ???” Irfan tertegun menatapku, penuh tanya kala kulihat tatap matanya.
“Boleh cerita koq, ataooo kalo mo nangis dadaku tempat paling aman dan nyaman untuk berkeluh kesah !”
“Enggak ... ndak ada masalah. Makasih buat tawaran kamu. Sorry Fan, aku musti pergi ... !” ku raih notebook di atas meja. Sebelum melangkah pergi, Irfan meraih tanganku ...
“Khey ... please, jangan menghindar dariku. Aku hanya menawarkan persahabatan untukmu, aku hanya ingin menjadi temanmu tak lebih ....” Ku tatap Irfan di depanku, mencoba memahami apa yang dia inginkan dariku.
“Oke ... jujur memang aku suka padamu. Namun aku tahu, kamu tak ingin mengkhianati jalinan yang terjalin antara kau dan Bima. Aku salut Khey, dengan pendirianmu dengan kesetiaan yang kau berikan padanya. Namun, please .... hanya menjadi temanmu saja apakah aku tak pantas ??” duch ... rasanya tak adil bila aku menghindarinya tanpa alasan yang jelas. Akhirnya aku kembali duduk, terdiam tanpa kata. Yang mampu kulakukan hanyalah .... menatap pinggiran gelasku dengan mata nanar.
“Khey, aku nggak akan nanya apapun tentang Bima. Kita ngobrol aja okey ... !!!” Mengapa mesti seperti ini, tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Sudah 1 tahun lebih aku dan Bima terpisah, dan tak seperti biasanya akhir – akhir ini aku merasakan perubahan yang begitu kentara. Hanya perasaanku sajakah ? atau memang ada sesuatu yang terjadi disana dengannya. Mengapa dia … tak memberi kabar padaku ?
“Hai …. Ngelamun aja ! Khey … Kheyla … !!” Irfan memanggilku sambil mengibas – ngibaskan tangannya di depanku. Membuat aku tersadar dan malu …
“Maaf Fan, aku … !”
“Heii, nggak pa pa koq. Jangan khawatir aku bisa memahami kondisi hatimu saat ini.” Aku menunduk, tak kuasa menatap wajah didepanku. Aku tahu, dia tulus ingin membantuku. Hanya saja Fan, aku tak ingin melukaimu lebih dalam.
“Please … aku tak ingin melihat kamu seperti ini, jika bisa dan memang kalau kamu mau, aku bersedia menjadi pendengar yang baik untuk keluh kesahmu”
“Fan, mengapa kau begitu baik padaku. Padahal selama ini aku selalu menyakitimu. Fan, aku benar – benar tak ingin merepotkanmu. Aku …. !" Irfan menyentuhkan jari telunjuknya di bibirku, meminta ku diam.
"Huussttt …. !!! aku tak ingin kamu bilang seperti itu. Khey, ada banyak jalinan lain yang bisa dijalin. Bukan sekedar jalinan sepasang kekasih, kita bisa menjadi sahabat baik bukan ? dan seorang sahabat akan selalu menjadi sandaran buat sahabatnya, akan menjadi pendengar yang baik untuk semua keluh kesah sahabatnya, akan menjadi pegangan buat sahabatnya yang sedang terombang ambing, menjadi teman dalam segala keadaan." Ku tatap wajah tampan itu, ku lihat sinar ketulusan disana. Tak ada kebohongan ataupun illusi. Bagaimana mungkin selama ini aku begitu buta, yang hanya mendengar omongan semua teman2 dikampus bahwa dia play boy yang suka mempermainkan wanita. Dia, sosok yang tak pernah ku bayangkan akan hadir dan mengusik hatiku. Dan aku …. Masih yang dulu, tak kan berubah untukmu Bim …..

Irfan …. Dia teman sekampusku, gayanya yang cuek dan acuh tak acuh mungkin membuat sebagian kalangan cewek – cewek dikampus begitu tertantang buat menaklukannya. Disamping wajahnya yang diatas rata2, Irfan memiliki senyum yang menawan dan tatap matanya yang terkadang setajam Elang. Dia …. Terkenal sebagai play boy yang suka banget gonta ganti cewek. Dan sudah begitu lama dia berusaha mendekatiku, setelah kepergian Bima …. Dia selalu ada dimanapun aku berada. Aku benar – benar ingin menjaga hatiku, tak kubiarkan sedetikpun sosok lain menyusup masuk dalam relung hatiku. Aku tak ingin memberi harapan apapun pada nya, karena aku memiliki Bima. Sebelum ada kata putus diantara kami, bagiku menjaga hati adalah yang utama dan aku tak pernah ingin mengkhianati jalinan ini.
Entahlah … mengapa aku merasa, bahwa aku harus mulai mengikis harapan demi harapan ini. Bima semakin jauh dariku, dia begitu jarang memberi kabar padaku. Sesibuk apapun dia, seharusnya dia masih sempat untuk menulis email atau pesan offline di YM. Tapi ... itupun seperti sulit dia lakukan, sekedar kirim SMS saja tidak dia lakukan. Tuhan ... apakah ini ujian dari Mu untukku ? aku hanya berharap dia baik – baik saja disana, aku tak ingin terjadi hal apapun atas dirinya. Dan jika memang semua sudah berakhir, aku sangat ingin semua ini diakhiri dengan semanis mungkin. Toh, aku harus bisa menerima kenyataan yang ada. Hanya saja ... mengapa tak ada satu katapun darinya, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Jika dia telah menemukan sosok lain yang lebih baik dariku, yang benar - benar dia inginkan. Ya Allah ... aku rela melepasnya dengan senyum.
Bukankah aku harus tetap bertahan ? dengan atau tanpanya, hidupku harus tetap berlanjut. Rasanya sudah waktunya aku menata hidupku kembali, setelah sekian lama aku hanya berdiam diri, berfikir tentang nya, jalinan ini dan semua hal yang telah terjadi. Aku harus melupakannya, menghapusnya dari setiap mimpi – mimpiku dan kembali membangun impianku sendiri tanpa dia ataupun nama dan bayanganya. Aku tetap menunggumu Bim, aku hanya berharap semua bisa terlewati dengan baik – baik saja.

Hari ini, aku harus menemui Dosen pembimbing skripsiku, mengajukan BAB III atau BAB PEMBAHASAN. Aku berharap Bab inti ini bisa kulewati tanpa masalah dan tanpa banyak pembenahan. Satu jam aku terkurung dalam ruangan 4 X 3 m2, mendebatkan isi skripsi ku yang dinilai kurang mengena atau tidak sesuai dengan judul yang kupilih. Bagaimana mungkin ?? semua penelitian yang kulakukan, setiap riset yang kukerjakan dan semua sampel yang ku pakai semua memenuhi persyaratan. Dan terlebih semua buku literatur yang ku gunakan pun mendukung hasil penelitianku. Apa daya ku ? aku hanya seorang mahasiswa, dan semua harus menurut apa yang dikatakan para dosen pembimbing. Mereka bilang A maka harus A, jika merah maka harus merah. Dengan lunglai aku keluar dari ruangan. Entahlah ... seluruh wajahku pasti sekucel kertas putih yang diremas remas dan dibuang ke dalam sampah. Aku ingin menangis, menjerit dan menumpahkah semua beban ini. Duchh ... mengapa harus begini ? masalah yang satu belum kelar dan bertambah dengan masalah yang lain.
“Khey ... !!!” Ada satu tepukan lembut hinggap di pundakku, dengan tanpa gairah ku tatap Irfan yang nyengir melihatku. Dia terkejut, ketika melihat wajah kuyu ku ...
“Khey .. ??? ada apa ?” Ku tatap map yang berada dalam dekapanku. Irfan seakan memahami apa yang sedang terjadi. Dengan tergesa, dia meraih tanganku dan menarikku agar mengikutinya. Hari ini ... rasanya aku ingin bebas dari semua belenggu rasa. Ingin kubiarkan semua nya berlalu dan aku hanya akan diam menatap semuanya. Tanpa melakukan apapun, lelah …. Jiwaku serasa lelah tak berdaya. Luruh …. Seperti kapas yang diterbangkan angin, akupun akan mengikuti angin itu kemanapun dia ingin menerbangkanku. Bim .... dimana kau kini ? tak tahukah disini aku berharap engkau hadir dan memberiku seribu dukungan tuk buatku bertahan ?? Tapi saat ini, detik ini sosok yang sedang berusaha menghiburku, yang sedang berusaha memancing tawaku, yang memberiku dukungan dan pengertian bahwa semua pasti ada jalan keluarnya. Bukan kau Bim, tapi sosok lain .... aku ingin saat ini kaulah yang ada didepanku, kau lah yang sedang berusaha menghiburku, kau lah yang selalu disampingku. Mimpi ... hanya impiankah ?? sedangkan saat ini kau tak tahu kabar beritanya, kau menghindariku seperti aku ini adalah penyakit paling manular dan mematikan. Bagaimana mungkin aku sanggup bertahan, jika kaupun menghindariku, tak memberi kabar, tak pernah menghubungiku.
“Khey ... hello ...!!!” Aku terkejut, mendengar teriakan Irfan.
“Maaf ... maaf ... please !!!” aku sudah mengabaikannya, tak mendengarkan semua omongannya. Entahlah ... aku benar – benar nggak fokus dengan semua pembicaraan kami. Dan ... kulihat wajah kecewa yang berusaha ditutupi dengan senyum dan tawa. Lagi ... dan lagi aku menyakitimu, lagi dan lagi aku mengecewakanmu.
“Fan ... maaf, aku benar2 kacau saat ini” Irfan mengangguk kecil, dan kembali menatap sekeliling kami. Dan aku baru tersadar bahwa saat ini aku berada di sebuah Mall pusat perbelanjaan dan duduk disalah satu sudut pujasera. Dan sedari tadi aku melamun dalam duniaku sendiri tanpa menyadari keadaan sekelilingku ??? duch ... benar2 sudah gawat keadaanku.
“Khey ... sudahlah, aku mengerti koq. Jadi intinya … kamu musti melakukan penelitian ulang ?" Aku mengangguk mengiyakan.
“Skripsi kamu, gimana kelanjutannya ? sudah sampe Bab berapa ?” Irfan tertawa lepas, seperti tak ada beban di hatinya.
“Woww skripsiku ?? masih jauh non. Jangan ditanya, bikin malu saja !”
“Fan ... “ ucapanku terhenti, ketika tanpa sengaja aku melihat sekelebat sosok yang kurasakan sangat mirip dengan Bima. Berjalan melintas di antara orang orang yang berlalu lalang di Mall itu. Reflek aku berlari, mengejar sosok itu dan berharap semua yang kulihat hanyalah halusinasiku. Tak kudengarkan teriakan Irfan di belakangku, diapun berlari mengejarku. Aku hampir saja kehilangan jejak sosok itu, namun sekilas aku melihatnya dia akan masuk ke sebuah counter Distro.
“Bima !!!” teriaku. Dan ya Tuhan .... dia benar – benar Bima. Dengan setengah berlari aku mendekatinya, berusaha meraih tangannya namun ..... ada sepasang jemari lentik memeluk lengannya. BUKK !!! BEEUUMM !!! seperti dijatuhi granat jantungku. Pecah dan meledak tanpa bisa ku bendung. Rasanya emosiku sudah mencapai ubun – ubun. Di saat genting itu Irfan dan datang dan meraih tanganku. Dengan sekuat tenaga, aku mencoba meredam emosiku. Ku tatap Bima yang terpaku melihatku. Dia benar – benar syok saat melihatku. Entahlah ... ku rasa kan seperti ada kepedihan di tatapan matanya, aku tak tahu dan aku benar – benar tak mau tahu.
“Khey ... maafkan aku. Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku bisa menjelaskannya, please ... dengarkan aku !!”
“Bim ....” aku tak kuasa meneruskan ucapanku, rasa sakit dan perih yang merajah sanubariku serasa tak mampu ku tahan lagi. Bukan penghianatannya yang ku sesali, bukan ketidak setiaannya yang melukaiku tapi kebohongan yang selama ini dia tutupi dan dia sembunyikan dariku yang menyakiti hati ku lebih sakit dari apapun juga. Tanpa kata, aku berlari meninggalkannya. Tak ada yang perlu dijelaskan, tak ada yang perlu di katakan, semuanya sudah berakhir dan tamat sampai disini. Pergilah ... pergi, jangan usik aku lagi. Dan mungkin ini adalah yang terbaik dari yang terbaik yang musti terjadi diantara kita.

Senja ini ... terakhir kali aku melihatmu. Mendengarkan semua cerita dan pembelaanmu. Aku tak punya apa apa lagi, tak ada rasa apapun di hati. Semua kepercayaanku selama ini, kau abaikan begitu saja tanpa pernah kau coba mengerti. Ombak berdebur dipantai, menerjang batu batu karang dan menimbulkan suara gemerisik yang memecah kesunyian.
“Khey, aku khilaf ... bagaimana musti aku jelaskan padamu. Aku tidak pernah mencintainya, aku dijebak Khey ! Coba dengarkan aku …. Mengerti posisiku saat itu. Aku terjepit. Dia adalah satu – satunya kesalahan yang kulakukan, dan dia adalah satu – satu nya hal yang tak pernah aku inginkan. Aku masih Bima mu yang dulu …” aku menunduk, menekuri pasir – pasir putih di ujung kakiku. Memainkan ranting yang sedari tadi aku pegang. Bagaimana aku musti mempercayai cerita ini ? kau dijebak seorang wanita, melakukan sesuatu yang kau rasa tak pernah kau lalukan denganya dan akhirnya dia mengaku hamil di luar nikah denganmu ?
“Khey … tatap aku, lihatlah …. Kebohongan atau kejujuran yang ku katakan padamu saat ini !” tidak … aku tidak mau lagi dibohongi oleh tatapan tulus dimatamu, tidak Bim … ! namun .. tetap saja aku menurutinya. Menatap indah bola matanya, yang memancarkan begitu banyak luka. Kau terluka … rintih batinku pelan. Mengapa aku pun merasa terlukai ? aku merasakan sakit yang kau rasakan, merasakan pilu yang mendera batinmu. Hanya sayang … aku tak bisa lagi merengkuhmu. Bagaimana mungkin luka itu ada disana, tak kulihat satupun sinar kehidupan, tak ada kasih dan sayang dan yang ada hanyalah kepahitan.
“Bim … aku tidak menyesali semua yang telah terjadi, hanya saja mengapa kau bohongi aku ? mengapa tak kau katakan semua yang telah terjadi ? aku memang merasa tersakiti, merasa kau lukai dengan pengkhianatanmu, tapi aku lebih sakit dengan kebohongan dan ketidak jujuranmu. Jadi Bim … semua sudah usai dan selesai, tak ada apapun lagi diantara kita. Jaga dirimu baik – baik Bim …. !” Aku melangkah menjauh, menyusuri pantai Parang Tritis yang mulai digayub senja. Tak kudengar kan lagi teriakan Bima di belakangku. Andai engkau tahu, aku seperti makan buah simalakama. Bila aku makan aku akan mati, bila tak ku makan aku pun tetap mati. Jadi lebih baik ... ku biarkan semuanya pergi. Maaf kan aku Bim, andai kau memang masih mencintaiku. Namun aku tetap tak bisa meraihmu kembali. Ada sosok lain yang lebih membutuhkanmu, untuk selalu bersamamu dan kau harus selalu berada disampingnya. Walau sebesar apapun aku mencintaimu, rasanya tak adil bila aku hanya mementingkan perasaanku. Jaga dia Bim, cobalah untuk membuka hatimu padanya. Mungkin dia yang terbaik bagimu, bagi hidupmu dan bagi kebahagiannmu. Tak ada yang sakit dan disakiti, kita berdua sama – sama sakit dan terlukai. Namun ... alangkah arifnya bila kita tidak melukai hati yang lain. Biarlah hari – hari esok kan ku lalui, sendiri tanpamu. Yakinlah ... esok masih ada hari yang lain ...


Sabtu, 16 Mei 2009

Hati ....


Assalamu'alaikum ....


Selamat pagi Beast,
Ternyata tidak mudah memahami sesuatu. Tidak mudah menerima sesuatu, jika hal itu bukan yang kita inginkan, jika hal itu bukan kenyataan yang kita harapkan. Dan pertama kali menerimanya laksana kita diminta makan buah simalakama. Bagaimana .... ketika banyak hal yang musti dikorbankan untuk hal itu, bagaimana ..... ketika semua hal itu adalah yang paling kita sayangi. Sesuatu yang tak bisa kita sakiti, lukai dan hakimi.

Beast ...
Seiring berlalunya hari, sejalan berjalannya waktu. Detik dan menit, hari demi hari .... tersadari satu hakekat hati. Apapun kan dilakukan untuk kebahagiaan hati, namun .... semua ada batasnya. Ketika bahagia itu membuat luka hati yang lain. Alangkah naifnya hati, jika memaksakan sesuatu yang tak mungkin bisa dipaksa. Ku rasa lebih indah memberi bahagia hati yang lain dibandingkan ku pentingkan bahagia hatiku sendiri.

Mau mu menjadi mau ku
Pahitpun itu ku tersenyum
Mau ku tak penting lagi
Biar ku buat bahagiamu

Beast ...
Di dunia ku, tak akan ada yang bisa menyentuhku. Tak akan ada yang bisa melukaiku .... andai aku terluka, luka itu karena ku buat sendiri. Andai aku menangis .... tangisan itu hanyalah tangisan yang hanya aku yang tahu maknanya. Tak ada apapun lagi disini, yang ada hanyalah mimpi - mimpi yang kulukis diatas langit jiwaku, yang terharap bisa menjadi kunci tuk wujudkannya dalam realita hidupku.

Biarlah dia tetap ada disana, menemaniku hingga tutup usia. Biarlah ... dia berpedar di atas langit mayapada, bercumbu dan bercerita dengan Dewa Dewi Asa. Biarlah, aku disini hanya mampu menatapnya, melihat keindahannya yang mengalahkan indahnya dunia. Walau ku tak mampu merengkuhnya, tak bisa memilikinya .... namun, ada sejuta binar indah yang menemaniku kala melihatnya tersenyum menatap keindahan dunianya.

Hemmm Beast ...
Aku sudah bisa mengerti, hati inipun mampu memahami. Janji .... tak kan ada lagi luka itu, tak akan ada lagi tangis mewarnai hariku. Karena semua nya tlah ku serahkan pada Nya, tuk menuntunku tapaki jalan hidup ini. Apapun itu, kuharap keindahannya tak kalah indah dengan cinta yang pernah mewarnai hariku. Dan biarlah, cinta itu menjadi satu - satunya cinta yang pernah kumiliki selama hidupku.
Wassalamu'alaikum ....


Angin berdesir ...

Dingin menyergapku dalam kelu

Bawa hati datang pada MU ...

Sujud ...

Kutengadahkan jemariku

Meminta pada Mu tuk tunjukan jalanku

Menghiba kasih Mu tuk peluk aku dalam cinta

Mengharap satu petunjuk tuk ku labuhkan jiwa

Pada Mu ya Rabbi ...

Kala segala hal duniawi ini

Tak lagi mampu penuhi janji

Haus dan letih jiwa yang merintih

Luka dan lara yang kujelma dalam do'a

Ya Allah ya Tuhanku

Ya Rahman ya Rakhim

Ku pintakan setetes kebahagiaan

Ku mohonkan satu kali lagi kehidupan

Agar ku bisa bersamanya, selamanya

Membalut asa dalam jiwa

Dengan ijin Mu ya Allah

Atas restu dan ridho Mu

Aku ingin labuhkan cinta ini karena cinta Mu

Dan hanya dia yang kupintakan untukku

Di kehidupanku yang kedua

Basah sajaddahku di hamparan do'a

Ku tutup pinta ku tutup jiwa

Ku luruhkan mimpi dan harapan

Terserahkan pada MU tuk aturkan jalan

Ya Allah ya Rabb ku

Jiwa ku Pada MU ...

Selalu .... Amin.