Minggu, 30 Oktober 2011

Relung Rasa ...

Seperti impian yang tak terbatas
Seperti mimpi yang tak pernah berujung
Hidup mungkin bagai teka teki
Namun keberadaanmu terasa nyata di sudut hatiku

Menulis lagi sejak aku mulai mengenalmu. Merasa hidup dan bergairah ... seperti menemukan masa kecilku. Jantung kembali berdenyut, semangat untuk hidup seakan memompa aliran darahku bergolak. Tak lagi dingin, kesedihan berangsur angsur menjadi asiran dan seperti hidup di dalam goa aku serasa menemukan matahari. Dan saat itu aku seperti terperangkap dalam cahaya, buta ... tak mampu menembus kilaunya untuk menemukan jalan kembali, itu mungkin karenamu. Karena canda dan tawa yang kau alirkan, mengalir mengikuti aliran darahku menjadi denyut nadi yang seakan mengembalikan warna hidupku.

Namun warna warni itu kembali memudar seiring dan secara perlahan mengikuti ayunan langkah kakimu yang menyisih dari hidupku. Aku kembali berhenti menulis ... tak ada yang bisa ku tulis, karena tak ada engkau disana. Mungkin aku begitu transparant bagimu, hingga dengan jelas kau mampu membacaku. Aku bagai buku terbuka dihadapanmu yang tanpa kau buka lembarannya kau bisa membacaku, memahami dan mengerti isinya. Dan mungkin engkaulah satu - satunya orang yang bisa memahami dan mengerti tentang impian dan mimpiku.

Itulah awal keterperosokanku, begitu hanyut dengan tiap canda dan tawamu. Begitu nyaman dengan keberadaanmu dihari hariku hingga aku tak pernah menyadari ketelanjanganku dihadapanmu. Yach ... aku jatuh cinta, pada satu sosok yang tak ku tahu siapa. Jatuh cinta padamu yang tak ku tahu nyata akan keberadaanmu. Cinta yang begitu engkau takuti, hingga menjadikan alasan untuk kau pergi dariku. Walau beribu kali ku katakan "Cinta ini milik hati, bukan satu cinta yang ingin dimiliki atau memiliki." Aku tak pernah menginginkan nyata keberadaanmu, mungkin cukup bagiku bila kau ada ketika aku membutuhkanmu. Untuk sekedar mendengarkan ceritaku, membagi tawa yang terkadang mampu menjadi obat mujarab bagi kepedihanku.

Seiring kepergianmu, ku rasa mataharipun mulai menjauhiku. Mengabaikan kerinduanku akan kehangatan sinarnya. Dia lebih merelakan gulita menyelubungiku daripada membagi setitik cahaya bagi denyut nadiku. Aku ingin hidup ... walau hanya berbekal kenangan yang pernah kita pahat. Ingin bertahan walau dalam keporakporandaan badai yang ku buat. Anggap aku meretas ... melebur bersama mimpi tanpa sekerlip cahaya hati.

Aku masih menunggu, untuk suatu waktu kau hadir kembali membawa segenggam nyala lilin di jemarimu. Menawarkan sedikit kehidupan untuk hidupku. Mungkin itu hanya akan menjadi mimpi bagiku namun harapku .... tetaplah menjadi sahabatku, tetaplah menjadi seorang kakak bagiku dan jangan pernah berubah untukku.