Sabtu, 27 Agustus 2011

Se - Episode Tentang CINTA

“Aku hanya ingin jatuh cinta padamu” begitu bisiknya kala itu. Ku tatap seraut wajah ayu, mata bening yang menatap sayu, ada air mata disana mengambang membiaskan binar muram yang terasa menggoda. Rambut panjangnya terurai dan menari nari diusik angin nakal. Bibir tipis itu bergetar … aku tahu sedetik lagi tangis itu akan pecah dan berderai. Dan aku tak kan mampu mengatakan hal apapun selain membisu dan merengkuhnya dalam dekapanku.

Senja itu diantara rinai hujan yang membasahi bunga – bunga dijalan, membasahi tiap sudut kecil diantara dedaunan, membasahi matanya yang berkilauan diterpa senja. Dara … gadis kecilku, teman bermainku, sampai saat ini dia tetap gadisku. Walaupun … tak lagi hanya menempati sebatas itu, dia pujaan hatiku. Jauh di dasar hatiku … andai aku bisa jujur hanya dia lah sang penguasa hati ini.

Air mata itu berderai, jatuh membasahi pipinya yang bersemu merah. Dia tertunduk, menyembunyikan sebagian gugusan luka dimatanya. “Ra … ceritalah !” bisikku pelan. Iris mata coklat itu menatapku lekat, seperti godam yang mengantam … jantungku berdegup cepat. Rasanya aku rela memberikan apapun tuk menghapus air mata itu, apapun … bahkan jika harus ku tukar dengan nyawaku. Wajah ayu itu … begitu lembut, rapuh dan tak berdaya.
“Tapi aku tak bisa jatuh cinta … ada ikatan yang mengikatku erat, membuatku terikat dan tak mampu lepas.”
“Kau hanya ingin jatuh cinta padaku, namun … kau tak tahu apa yang diinginkan hatimu. Ikatan sejati adalah ikatan hati, bukan ikatan yang lain” Dara mendesah pelan … matanya menerawang jauh …
“Aku harus bagaimana ??? tak ingin kehilanganmu tapi aku tak tahu isi hatiku. Aku tak ingin mengikatmu tanpa ikatan, aku tak ingin menahan hatimu tanpa jalinan, aku tak berhak memilikimu dan memiliki yang lain. Katakan padaku Re, apakah aku mencintaimu ???” Kembali mata indah itu mengurungku dalam pesonanya, ada kilatan lembut yang hadir sekejap namun menghilang kembali. Dia memaksaku tetap disana, menahan setiap getar yang semakin menyiksaku. Andai engkau tahu Ra … hanya didekatmu aku merasa sudah mendapatkan seluruh isi dunia. Dengan melihat senyummu aku merasa kesejukan tiada tara, hanya dengan mengenggam jemarimu aku merasa akan mampu lalui segala kepahitan di dunia ini. Namun aku tak bisa meraihmu Ra, karena hatimu masih milikmu …
“Katakan Re … !!!” pintanya pelan. Ku tatap wajah indah itu, ku pahat dalam setiap tatap mataku kujadikan sebentuk harapan yang selalu bersemayam dalam jiwaku. Sebersit tanya menyelinap dihatiku “apakah aku mampu melupakanmu, mampukah aku melepaskanmu, bisakah aku menghapus bayangan wajahmu, senyum dan tawamu dari kehidupanku ??” Aku menunduk tak kuasa dalam deraan lara yang menghimpitku. Tak kau lihatkah luka diwajahku, tak bisakah kau tahu bahwa seluruh hati dan jiwaku mendambamu ???
“Ra … hanya engkau yang tahu” Aku harus melepasmu, aku tak bisa tetap disampingmu tanpa mampu meraihmu. Dan dengan tangismu kaupun melepasku … aku memang pergi dari hidupmu, aku memang lari menjauhimu hanya untuk menyelamatkan sebagian hatiku agar tak semakin terluka. Pengecut … mungkin iya, karena aku tetap tak mampu melupakanmu dan melarikan diri dengan menjauhimu.

Cerita ini tanpa cerita mungkin, karena yang ku ingat hanya sosokmu tanpa ada sosok lain yang mampu menggantikanmu. Aku tak bisa bersembunyi tanpa mengingatmu …

“Kamu tahu … aku hanya ingin menjalani hidup ini dengan caraku”

“Caramu ???” tanyaku, kau pun mengangguk membuat rambut yang terkuncir itu bergoyang. Hari ini kau mengajakku ke pantai. Wajahmu berseri dan bersemu merah, senyum tak pernah lepas dari bibirmu. Rambut yang selalu terurai, sore ini kau ikat ke atas menampakan leher jenjang yang mengoda. Mengoda karena aku melihat rambut – rambut halus yang menghiasi tengkuk indahmu. Kau tertawa … jemarimu mempermainkan ranting dan menulis berbagai kata diatas pasir.

“Ya … cara ku Re, cara yang sederhana tanpa ambisi … aku hanya ingin merasa damai, tenang dan nyaman. Kamu tahu Re … aku hanya ingin menghiasi setiap bibir itu dengan tawa, tak kan ku biarkan orang – orang yang kukasihi menangis. Aku hanya ingin hidup sederhana, sesederhana impianku” Dara setengah merenung, matanya menerawang jauh … penuh lamunan.

“Aku tahu sesederhana apapun impian itu, tak mudah jua tuk meraihnya. Re … apa yang akan kau rasakan ketika kau menemukan belahan jiwamu ?”

“Belahan Jiwa ???” tanyaku pelan, tanpa ingin mengusik lamunannya.

“Mungkin aku akan merasakan ketenangan saat bersamanya, saat itu penantianku akan berakhir karena semua yang kuinginkan ada padanya. Dia duniaku, dia akan menjadi hidupku, dia yang akan selalu ada bersamaku”

“Yach … namun tak semudah itu bukan ??? semua sudah berubah Re, dunia dan segala peradabannya. Andai setiap hati memiliki keinginan dan harapan yang sama, mungkin tak akan ada yang disakiti dan menyakiti. Sudahlah … intinya adalah aku juga ingin menemukan belahan jiwa itu, entah dimanapun dia berada aku yakin suatu ketika jalan yang kami lalui akan bertemu entah dipersimpangan yang mana. Dia akan disana, menungguku untuk menemukannya” Inilah … sore yang tak mungkin ku lupa, tawa dan candamu yang tak kan pernah mampu ku tepiskan begitu saja. Ra, aku sudah jatuh, tersungkur dibawah kakimu. Namun kau tak jua melihat betapa besar cinta yang kumiliki untukmu. Kau tak juga menatapku dengan hatimu. Kau selalu menatapku sebagai teman yang andai engkau mampu kau akan jatuh cinta padaku. Tanyakan pada hatimu Ra, dan ketika kau menemukan jawaban itu aku akan tetap ada di sini menunggu kau menemukanku. Ku lihat bayanganmu tak jua memudar, semakin jelas hingga membuat aku terperangkap tanpa mampu menjauh kembali …