Jumat, 30 Januari 2009

Pelangi Keisa



Sosok itu selalu kulihat ada disana, menatapku dengan tatapan yang sulit ku mengerti. Ada seulas senyum disudut bibirnya, tak lupa kerlingan mata mengoda selalu dia hadirkan kala melihatku melangkah keluar dari gang. Yach... hari - hariku, setiap hari, kegiatan dan rutinitas yang sangat menjemukan tak mampu ku hindari. Dan kebiasaan itu yang membuat sosok misterius itu sangat tahu kapan aku berangkat ke kampus, pulang dari kampus dan kapan aku akan keluar dari gang tempat aku kost. Dan kebiasaan ku, yang sering jalan bareng dengan sohib - sohibku. Hari pertama aku melihatnya, ehmm.... aku hanya melihatnya sekilas dan tidak terlalu memperhatikannya. Hari kedua, dia mulai senyum, dan aku membalas senyum. Ketiga... hanya sapa ringan "Hai ...." keluar dari bibirku. Kadang aku merasa aneh ..., dia sesosok tampan dengan seulas senyum menawan, mengapa selalu ada disudut halte itu ? walau dengan pakaian yang seadanya khas mahasiswa seni. Eittt.......... baru aku tersadar apakah dia anak ISI ??? bukankah diseberang jalan, agak masuk gang ada kampus ISI ? entahlah ....... Mahasiswa seni ... rasanya dia terlalu bersih dech untuk anak seni ? rambutnya terpotong rapi dan bajunya bersih walau celana jeans nya sedikit belel. Dan tanpa aku sadari aku menjadi terbiasa dengan kehadirannya. Terbiasa dengan sapa ringan dan kerlingan mata yang mengoda. Senyuman itu ... sangat menawan. Aku rasa setiap cewek yang bertemu dengannya akan langsung jatuh hati padanya. Tapi siapa dia ???


Ach ... Yogya terasa begitu gersang. Panas matahari serasa membakar, membakar kulitku ... walau setiap kuliah aku memakai jilbab. Tapi entahlah, panas itu serasa masuk dan membakar, membuat peluh yang paling kubenci menetes di dahi dan tenggukku. Tiga hari ini aku tak lagi melihat sosok itu, setiap kulihat sudut halte, yang kurasa hanya kosong. Entahlah...... aku merasa kehilangan. Sangat kehilangan, aku tak tahu sejak kapan kehadirannya begitu mempengaruhiku. Yang kutahu hanyalah, setiap aku mengayunkan kaki keluar dari kost, terbesit harapan aku akan bertemu dia, melihat senyumannya dan sapa ringan dibibirnya. Seolah - olah hal itu adalah menu wajib yang setiap hari harus aku dapatkan. He..he..he, aku tak mengenalnya, tak tahu siapa namanya dan aku tak tahu siapa dia. Yang kutahu hanyalah, dia sosok penghuni sudut halte. Hari ini aku harus menyelesaikan beberapa tugas dari Bu Yoes, sebagai persyaratan mengikuti kuis mata kuliah Psikologi Pendidikan. Terkadang aku merasa jemu dengan semua tugas - tugas itu. Sadar, setiap manusia akan sampai pada titik itu. Jenuh... bosan dan jemu. Dan rasanya saat inipun aku mengalaminya..... Kampus tampak sepi, maklum hari sudah menjelang sore, aku telah bertemu dengan Bu Yoes, menyerahkan semua tugas yang telah kuselesaikan. Dan sekarang, aku bisa pulang ....


Rintik hujan, mulai berjatuhan. Padahal siang tadi matahari begitu sombong memancarkan panas. Kini, hawa sejuk mulai hadir, tanah yang panas tersiram air hujan, menghadirkan bau khas yang sangat menentramkan. Begitu segar .... !! Aku melangkah menyusuri koridor kelas, ku tatap satu persatu air yang jatuh menetes dari genting bangunan. Terpaku, aku diam memperhatikan air itu menetes menimpa sebuah batu dibawahnya. Kurasa aku melihat batu itu beberapa bulan yang lalu masih utuh dan kokoh. Namun .... kini yang kulihat disekeliling lapisannya telah terbentuk lubang - lubang kecil. Ternyata air pun sanggup mengubah sebuah batu yang begitu kuat berubah bentuk. Seperti karang - karang dipantai, yang begitu kokoh dan tampak angkuh seakan tak ada satu daya apapun yang mampu menaklukannya tapi aku yakin ombak dan air laut itu akan mampu mengalahkannya. Semakin hari dia akan semakin terkikis. Tak ku perdulikan hujan yang terus menguyur, aku melangkah menuju halte di depan kampus. Ach..... kutarik nafas panjang, seakan aku ingin sebagian beban ini menghilang.

"Hai ....! hujan nich...!!!" Tiba - tiba ada seseorang dibelakangku, menutupi kepalaku dengan jaket yang dibawanya. Aku tersentak kaget, hampir saja aku berontak, ketika jemari itu mengenggam tanganku erat. Ku palingkan wajahku, aku menatapnya seakan tak percaya .... Dia..... Sosok yang selama tiga hari ini kurindukan kehadirannya.

"Hai ....!" sapaku, aku sedikit tersipu, karena hampir saja aku lari ketakutan karenanya. "Ayo ikut aku ... !" Ajaknya tanpa menunggu persetujuanku dia melangkah ke dalam sebuah kedai Coffe. Entahlah, seperti terhipnotis, aku melangkah disampingnya. Tanpa kata dan suara, aku masuk ke dalam.
"Kamu suka main hujan - hujanan ya ?" Aku tersipu, seperti anak kecil saja dech.

"Ehmm... enggak tuch !, taux juga nich, rasanya aku pengen merasakan kembali masa kecilku. Main hujan - hujan, basah dan he...he..he ya githu dech."

"Kamu kangen nggak ma aku ?? tiga hari nich aku nggak nungguin kamu." Deg ! pertanyaan tiba - tiba itu terasa menghantam jantungku. Kangen ? aduch ... masak sich aku kangen ma dia ? kalo enggak ngapain aku nyariin dia yach ?
"Kangen ?? kamu maunya gimana ?" Tanyaku kembali. Dia hanya tertawa, lepas dan membuat aku semakin penasaran.
"Kamu tuch ya kalo ditanya malah balas nanya ?" Aku tertawa... entahlah.... ada sesuatu yang membuat aku ingin mengodanya.
"Aku emang kangen tuch .... gimana ?" Tantangnya kemudian. Gantian sekarang aku yang terdiam, bingung juga dech mo jawab gimana. Habis, perasaan itu nggak ngampang lho dikeluarin. Beda rasanya kalo cuma basa basi. Aku tinggal bilang saja kalo aku kangen.
Tapi ... aku benar - benar kangen dengannya, dan rasanya sulit untuk ungkapin kejujuran itu. Ku coba jawab dengan seringan mungkin.

"Oke dech, aku juga kangen ma kamu. Puas ???" Dia kembali tertawa, dan akupun ikut tertawa. Aku tertawa karena ada dua orang yang belum saling kenal mengungkapkan perasaan kangen. Aneh kan ???
"Kenalin, aku Arya ? Kamu Keisa ?" Dia menjabat erat tanganku. Aku sedikit terkejut karena dia tahu namaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
"Yups, aku Keisa. Tahu darimana nama aku ?"

"Sayang .... tanya nama kamu gampang sekali. Temen - temen kamu, banyak kan ?" Akhirnya percakapan itu berlanjut, tanpa kusadari. Entahlah... hari ini aku merasa ringan, seringan kapas yang terbang tertiup angin. Hari - hari selanjutnya, kulalui dengan penuh tawa. Dia, Arya selalu menemaniku. Sepulang dari kampus, kami sering ngobrol dan saling curhat di kedai coffe. Berbagi tawa dan kesedihan. Arya,..... walau aku tahu dia, bagiku dia tetap sosok misterius.

Dia bukan anak ISI, tapi dia kuliah di STIE YKPN tingkat akhir. Dia asyik di ajak curhat, asyik di ajak bercanda dan dia cowok yang penuh perhatian.

"Kei, kita jalan yuk !"

"Kemana ?"
"Kemana aja dech, aku lagi suntuk nich !"
"Emang kamu bisa suntuk ? bikin orang suntuk iya dech....!" Aku tertawa, hari ini Arya memang tidak seperti biasanya.

"Ada masalah dengan skripsi kamu ?" Arya menatapku, sejenak aku seperti terpenjara di sana. Terperangkap tanpa aku tahu sebabnya. Dia ... tak tahukah bahwa hatiku bisa bergetar hanya dengan ditatapnya. Aku bisa merasakan sakit dan bahagia dalam waktu bersamaan kala bersamanya. Dadaku serasa sesak, tanpa kutahu apa penyebabnya.
"Enggak, pokok inti pembahasan skripsku sudah tuntas. Dan sudah ACC, tinggal bagian penutup. Jangan khawatir Kei, aku pasti bisa nyelesaikannya."
"Terus..... napa dong koq suntuk ? atooo jangan - jangan karena aku nich !"

"Karena kamu ??? emang kamu ngapain ?? atooo elo selingkuh ya ....!" Ha...ha...ha, aku tertawa. Candaan itu tetap saja ada. Kami seperti sepasang merpati, mengikat janji tanpa kutahu janji itu, menjalin asa tanpa kutahu warna pelanginya.
"Emang, aku boleh selingkuh ?" Tanyaku pelan, kami masih berjalan tanpa arah, namun aku tahu bahwa jalan ini akan membawaku ke sudut mallioboro. Padahal berjalan dari perempatan Wirobrajan ke Mallioboro lumayan jauh. Malam minggu, pasti banyak banget muda - mudi yang mangkal disudut keramaian kota Yogya.
"Kalo sampe elo selingkuh, hemm aku cubit nich hidung kamu. Kei, cari makan yuk !" Diayunkannya tanganku, kami melangkah beriringan, sambil sesekali tertawa melihat lalu lalang kendaraan di samping kami.

"Kamu paling suka ama Burung Dara kan ? Aku yang traktir dech..."

"Jangan disini dong, mahal lhoo." hemm yups, kalau cari makan jangan di depan PKU Muhammdiyah atau disepanjang jalan mallioboro dech. Pasti harganya 2 kali lipat dari harga biasanya.
"Kita jalan ke alun - alun saja yuk ?"
"Kamu nggak cape' entar ?" Tanyanya lembut.

"Aku capek ? enggak pa pa lagi demi kamu dech... hi..hi...hi"

"Elo tuch bisa aja dech Kei.......". Alun - alun kota Yogya, masih sama seperti biasa. Sore ini kulihat begitu banyak anak - anak kecil yang berlarian. Kalian masih ingat tentang sepasang pohon beringin yang ada ditengah alun - alun ini ? Banyak yang mencoba, mereka menutup mata dan melangkah dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Aku tak tahu apa yang ingin mereka buktikan. Dan senja ini, walau sedikit tertutup awan, tapi tak mengurangi sedikitpun keramaian kota pelajar ini. Kami duduk disana, dibawah pohon beringin. Angin serasa sepoi - sepoi basah menerpa wajahku, mempermainkan rambut yang terurai dibahuku. Arya, duduk disampingku. Diam dan membisu.
"Kapan kamu ujian Skripsi ? masih lama jadwalnya ?" Diam, tak ada jawaban. Hanya angin yang berdesir, seperti menjawab pertanyaanku.
"Kamu masih lama di Yogya Kei ?"
"Aku ?? ehmm pengennya aku disini aja dech. Males mo pulang balik ke rumah. Setelah selesai nanti, coba - coba aja dech cari lowongan."
"Bener kamu nggak balik ke ortu kamu ? kamu mau nggak nungguin aku ..."
"Maksud kamu ???"

"Keisa.... aku mau nanya boleh ?" Kuanggukan kepalaku, walau dengan sedikit heran aku diam menanti dia mengatakan sesuatu.
"Bagi kamu aku ini siapa ?" Pertanyaan itu sangat tidak biasa. Dan aneh..... Aku menatapnya, mencoba tersenyum, walau hatiku sedang bergetar hebat, aku bingung mau jawab bagaimana. Susah banget mendiskrsikan arti dia bagiku. Teman, sahabat atau apa ???

"Kei, jujur saja dech..... kamu nggak usah takut, Ungkapin saja isi hatimu." Aku tertawa, semudah itukah ? atau memang bagi seorang cowok, semua hal yang mereka ucapkan adalah hal mudah.
"Kamu tahu, kamu adalah sahabat terbaik yang pernah Keisa miliki."
"Sahabat ? hanya sahabat ?" Tanya Arya mendesakku.

"Kamu tahu.... nggak mudah bagi seorang cewek mengungkapkan isi hatinya. Dan kamu tahu.... aku juga kesulitan mendiskripsikan tentang kamu buat aku. Pentingnya dirimu bagi aku, yang kutahu hanyalah .... aku membutuhkanmu."

"Kamu punya cowok ?" Mendengar pertanyaannya aku tertawa... seorang cowok .... apa arti seorang cowok buat seorang Keisa. Tak ada, selain dia hanyalah pelengkap hidup, karena tak ada laki - laki tanpa seorang wanita. Tak akan ada laki - laki jika tak ada wanita. Mereka memang diciptakan untuk berpasangan, berjalan beriringan. Saling mengasihi dan menyayangi tapi juga mereka diciptakan untuk saling benci dan marah. Dan sangat berbeda arti "Seorang Cowok" dengan "Pacar", "Pacar" dengan "Teman Hidup" mereka serupa tapi tak sama.
"Aku tidak sedang mencari seorang cowok. Aku senang menikmati hidupku. Seperti ini ...."
"Kamu tahu, pertama kali aku melihatmu. Di mulut gang itu, ehmm gang Menjangan ya namanya. Kamu dengan teman - teman, tertawa begitu indah. Terus terang, aku terpaku melihat tawa lepasmu. Dan hal itu seperti candu buatku. Aku tidak bisa melepaskan satu haripun tanpa menunggumu disudut halte itu."

"Aku ? candu ? he..he...he. Arya, kamu tuch ya bikin aku salting aja dech!"
"Elo tahu ? tiga hari ketidak munculanku karena aku sedang mencoba mengobati candu itu. Aku ingin menegaskan pada diri aku sendiri, elo itu bukan apa - apa dan bukan siapa - siapa bagiku. Ternyata ?? aku tak bisa, memang aku tidak ada di halte itu menunggumu. Tapi aku mencari tahu siapa kamu ? gila kan?. Ingin mengobati luka, aku malah semakin masuk untuk merasakan tak hanya sekedar luka tapi hancur. Aku semakin kecanduan, tawamu, senyummu, kerlingan matamu. Achhh........ aku bisa gila karenamu." Arya mengacak - acak rambutnya, ada begitu banyak perasaaan yang bercampur aduk menjadi satu di hatiku. Sedih, senang, aku ingin menangis tapi aku juga ingin tertawa.
Begitu kah arti diriku baginya ...???

"Singkat kata, aku tak tahan menghilang dan tak melihatmu. Makanya sore itu, aku menunggumu disudut kampusmu. Aku tak tahan untuk menanyakan apakah kau kangen padaku ?" Aku tertawa lirih ... teringat sore itu di kedai coffe.

"Aku tahu Kei, lewat tatap matamu, cara mu tersipu, dan aku juga mendengar detak jantungmu. Kamu juga rindu padaku." Aku terdiam, kutundukan wajahku, saat itu andaikata ada cermin, aku akan melihat kepiting berwarna merah jambu disana. Gila pikirku.

"Stop ... stop ... stop, sejak kapan nich kamu mengintip isi hatiku ? jangan sok tahu ya..."
"Yach... Keisa, masih ngeles aja.... aku punya banyak pengalaman dech tentang cewek."
"So ... elo play boy kelas berat dongg ....!!!"
"Ha ... ha ... ha. Aku nggak bilang kalo aku nggak pernah pacaran lho ?? normal aja lagii cowok kenal cewek, jalan bareng, putus .... aku masih cowok normal koq.!"
"He ... he...he. Yups, Keisa ngerti. Cuman apa semudah itu ? bilang cinta, jalan, nggak cocok, putus .... se simple itukah suatu jalinan itu terbentuk dan putus. Apakah memang nggak ada hati disana yang ikut terlibat. Hanya sebatas suka - suka ??" Aku mendesah panjang, segurat kepedihan itu tanpa kutahu mulai nampak di hatiku. Guratan luka yang sangat ingin aku hapus dari memoriku. Membuatnya hanya menjadi sepenggal cerita yang tak berharga dihatiku.
"Itulah beda seorang Keisa dengan para gadis itu, .... kamu sangat berbeda. Aku pengen kamu tahu bahwa aku Arya sayang padamu, seorang gadis yang bernama Keisa."
"Aku pengen kamu tahu Kei, perasaan ini berbeda dengan perasaan - perasaan yang lalu, perasaan yang pernah kurasakan pada seorang cewek. Ini lebih dari semua itu. Andai, aku bisa mencari kata - kata yang bisa melukiskan perasaan ini." Aku menatapnya, ingin kucari sebentuk kejujuran disana. Adakah satu dusta disetiap kata - katanya. Namun tatap mata itu penuh kenyakinan, aku bisa merasakan ketulusan yang mengalir disana.

"Aku hanya ingin kamu mau menungguku, aku hanya butuh kenyakinanmu. Itu saja Kei !!!"
"Menunggu ?? kamu akan pergi ?"

"Yups, kamu nggak usah tahu kapan dan kemana. Cukup kamu nyakin padaku, suatu ketika aku akan kembali padamu, hanya untukmu. Janji Kei ...... please !!" Achh... aku tak tahu harus bagaimana. Di saat yang sama, aku menerima ungkapan perasaanya dan juga salam perpisahan darinya. Tidakkah dia tahu, bahwa kenyakinan itu tidak datang dalam waktu sekejap. Bagaimana aku bisa nyakin dengan hatinya, jika ..... ach.... aku tak tahu. Yang menjadi bayang bayang tiap malam hanyalah tatap mata penuh kenyakinan itu. Dan sudut hatiku yang paling dalam membisikan satu kata
"Aku akan menunggunya"
Aku tak tahu, sejak kapan kami berpisah. Dia pergi, hanya meninggalkan sepucuk surat untukku. Dia hanya berjanji akan menghubungiku. Apakah dia tidak tahu, kepergiannya membawa warna pelangi di hidupku. Kepergiannya membuat rinai hujan serasa membekukan hatiku. Tanpa pelangi .... dan kelabu. Tapi aku akan menunggunya kembali padaku, karena dia pelangiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar